Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah salah satu mahasiswa semester 6. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Hilang Yang Tak Pernah Hilang

1 September 2024   09:58 Diperbarui: 1 September 2024   10:36 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari berlalu tanpa kabar apapun. Sinta menjalani hidupnya dalam kabut ketidakpastian. Setiap kali telepon berdering, jantungnya berdebar, berharap itu adalah kabar dari Arman. Namun, setiap kali ia mengangkat telepon, hanya ada suara dari teman atau kerabat yang menanyakan kabarnya, menawarkan dukungan, tetapi tidak membawa jawaban yang ia inginkan.

Seminggu berlalu, dan kemudian dua minggu. Sinta mulai merasakan kehilangan yang semakin dalam. Ia mencoba menjalani rutinitas seperti biasa, tetapi setiap langkah yang ia ambil terasa berat. Rumah yang mereka tinggali bersama selama delapan tahun itu kini terasa kosong dan asing. Barang-barang milik Arman masih ada di tempatnya, tetapi kehadirannya telah lenyap, meninggalkan kehampaan yang tak bisa diisi.

Setiap malam, Sinta duduk di sofa di ruang tamu, menatap pintu depan, berharap pintu itu akan terbuka dan Arman masuk, tersenyum seperti biasanya, menjelaskan bahwa semua ini hanya kesalahpahaman atau kejadian aneh yang bisa dijelaskan. Tapi harapan itu semakin memudar seiring berlalunya waktu.

Suatu malam, ketika hujan deras turun di luar, Sinta memutuskan untuk memeriksa barang-barang pribadi Arman. Mungkin ada petunjuk, sesuatu yang bisa membantunya memahami apa yang terjadi. Ia membuka laci meja kerja Arman, tempat di mana suaminya biasa menyimpan dokumen penting. Di sana, ia menemukan sebuah buku catatan yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Dengan tangan gemetar, Sinta membuka buku catatan itu. Halaman pertama berisi catatan singkat, sepertinya pikiran-pikiran pribadi Arman. Ia membaca kata-kata itu dengan seksama, mencoba mencari makna di baliknya. Semakin dalam ia membaca, semakin Sinta merasa ada sesuatu yang salah. Catatan itu penuh dengan kebingungan, seolah-olah Arman sedang berjuang dengan sesuatu yang berat, tetapi tidak bisa atau tidak mau berbicara tentang itu.

Di halaman-halaman berikutnya, tulisan Arman semakin sulit dibaca. Ada frasa-frasa yang terpotong, kalimat-kalimat yang tidak selesai. Sinta menemukan catatan tentang mimpi-mimpi aneh yang Arman alami, mimpi-mimpi yang membuatnya terbangun di tengah malam dengan keringat dingin. Di akhir buku catatan itu, ada satu kalimat yang ditulis dengan huruf besar, hampir seperti teriakan.

"AKU TIDAK BISA LAGI."

Sinta merasa napasnya terhenti saat membaca kalimat itu. Apa yang terjadi pada Arman? Apa yang ia rasakan hingga menuliskan kata-kata seperti itu? Perasaan bersalah mulai merayapi hatinya. Apakah ia telah mengabaikan tanda-tanda yang ada? Apakah Arman telah mencoba mengatakan sesuatu, tetapi ia terlalu sibuk atau terlalu tidak peduli untuk menyadarinya?

Esok harinya, Sinta membawa buku catatan itu ke polisi, berharap itu bisa membantu mereka menemukan petunjuk. Polisi menerima buku itu dengan serius, tetapi mereka juga mengingatkan bahwa tanpa bukti konkret, sulit untuk menentukan apa yang sebenarnya terjadi.

Hari-hari terus berlalu, berubah menjadi minggu, lalu bulan. Sinta mulai kehilangan harapan. Ia merasa seolah-olah hidupnya terhenti pada hari Arman menghilang. Ia mencoba menjalani kehidupan seperti biasa, tetapi segala sesuatu terasa hampa tanpa Arman di sisinya. Bahkan hal-hal kecil yang dulu ia anggap remeh, seperti secangkir kopi di pagi hari atau percakapan ringan sebelum tidur, kini terasa seperti kenangan yang begitu jauh.

Sinta akhirnya memutuskan untuk pindah dari rumah itu. Terlalu banyak kenangan di sana, terlalu banyak bayangan masa lalu yang menghantui setiap sudut. Ia menjual rumah itu dan memindahkan barang-barang yang masih bisa ia bawa ke apartemen kecil di pusat kota. Di sana, ia mencoba memulai hidup baru, meski bayangan Arman masih terus menghantuinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun