Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Bima terus maju. Setiap langkah terasa semakin berat, namun dia tidak berhenti. Dia membayangkan dirinya berdiri di puncak, mengibarkan bendera negaranya dengan penuh kebanggaan. Bayangan itu memberinya kekuatan baru, membuatnya mampu melangkah lebih jauh.
Akhirnya, setelah perjuangan panjang dan melelahkan, mereka tiba di puncak Everest. Pemandangan dari atas sana sungguh luar biasa. Langit biru yang luas, awan yang menggulung di bawah mereka, dan gunung-gunung lain yang tampak kecil di kejauhan. Bima berdiri di sana dengan penuh kebanggaan, merasakan angin dingin yang menerpa wajahnya.
Dia menatap bendera di tangannya, bendera yang dia bawa dari desa kecilnya. Dengan hati-hati, dia mengibarkannya di puncak Everest, simbol dari perjuangannya, dari mimpi yang telah dia wujudkan dengan kerja keras dan ketekunan.
David menepuk bahunya. "Kau berhasil, Bima. Kau benar-benar berhasil."
Bima tersenyum lelah, namun penuh kebahagiaan. "Terima kasih, David. Ini adalah mimpi yang sudah lama aku impikan. Dan sekarang, aku telah mewujudkannya."
Mereka berdua berdiri di sana untuk beberapa saat, menikmati pemandangan dan merasakan kepuasan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah melewati tantangan besar. Namun, Bima tahu bahwa perjalanan ini belum berakhir. Mereka masih harus turun, dan perjalanan turun bisa sama berbahayanya dengan perjalanan naik.
Perjalanan turun dari puncak Everest bukanlah hal yang mudah. Setelah mencapai puncak, tubuh Bima yang sudah lelah mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang parah. Nafasnya semakin pendek, dan otot-ototnya mulai terasa kaku. Namun, dia tahu bahwa dia harus tetap kuat, karena perjalanan turun membutuhkan kehati-hatian yang sama seperti saat naik.
David, yang selalu berada di sisinya, terus memberikan dukungan moral. "Kita sudah sampai di sini, Bima. Hanya sedikit lagi, dan kita akan kembali dengan selamat."
Bima mengangguk, berusaha keras untuk tetap fokus. Setiap langkah turun terasa semakin sulit, terutama karena dia tahu bahwa tubuhnya sudah berada di batas kemampuannya. Namun, Bima tidak pernah membiarkan rasa lelah atau sakit menghalangi tekadnya untuk menyelesaikan perjalanan ini.
Saat mereka mendekati base camp terakhir, Bima merasa tubuhnya hampir menyerah. Nafasnya semakin berat, dan pandangannya mulai kabur. Namun, dia terus maju, mengingatkan dirinya bahwa dia sudah berhasil mencapai puncak, dan tidak ada alasan untuk menyerah sekarang.
Ketika mereka akhirnya tiba di base camp, Bima jatuh berlutut, merasa seluruh tubuhnya hampir runtuh. Namun, di balik rasa lelah yang luar biasa, dia merasakan kebahagiaan yang tak terhingga. Dia telah mewujudkan mimpinya, mencapai puncak gunung tertinggi di dunia, meskipun dengan segala keterbatasan yang dia miliki.