Perjalanan mereka semakin menantang ketika mereka mendekati base camp pertama. Medan yang semakin sulit dan cuaca yang semakin buruk mulai menguji fisik dan mental para pendaki. Namun, Bima tetap bertahan, meskipun tubuhnya mulai merasa lelah. Dia tidak pernah berhenti mengingatkan dirinya sendiri bahwa setiap langkah yang dia ambil adalah langkah menuju puncak, langkah menuju impian yang sudah lama dia impikan.
Di tengah perjalanan, mereka menghadapi badai salju yang hebat. Angin kencang dan salju yang tebal membuat perjalanan menjadi sangat berbahaya. Beberapa pendaki mulai merasa ragu dan mempertimbangkan untuk kembali. Namun, Bima tidak menyerah. Dia memimpin dengan penuh keyakinan, menunjukkan kepada mereka bahwa meskipun kondisi sulit, mereka bisa terus maju jika tetap bersatu.
"Bima, kita harus berhenti sejenak," seru David saat mereka mendekati tempat berlindung sementara.
Bima mengangguk setuju. Mereka beristirahat di sebuah gua kecil yang terlindung dari badai. Di sana, mereka memulihkan tenaga dan mencoba mencari jalan terbaik untuk melanjutkan perjalanan.
"Apakah kau masih yakin kita bisa mencapai puncak?" tanya salah satu pendaki dengan nada ragu.
Bima menatap mereka semua dengan tegas. "Aku tahu ini sulit. Tapi kita sudah sejauh ini. Tidak ada gunanya mundur sekarang. Jika kita bekerja sama dan saling mendukung, kita pasti bisa mencapai puncak."
Kata-kata Bima menyuntikkan semangat baru pada kelompok itu. Mereka semua setuju untuk melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, sambil menjaga satu sama lain agar tetap aman.
Setelah melewati badai, perjalanan mereka kembali lancar. Namun, tantangan terbesar belum datang. Saat mereka mendekati zona kematian, Bima merasakan udara yang semakin tipis dan suhu yang semakin dingin. Dia tahu bahwa ini adalah titik di mana banyak pendaki gagal. Zona kematian adalah bagian dari Everest yang terletak di atas ketinggian 8.000 meter, di mana oksigen sangat tipis dan cuaca sangat ekstrem. Hanya pendaki yang memiliki fisik dan mental yang kuat yang bisa melewati zona ini dan mencapai puncak.
Bima mulai merasa tubuhnya melemah. Nafasnya semakin berat, dan setiap langkah terasa semakin sulit. Namun, dia tidak membiarkan rasa lelah menguasai pikirannya. Dia terus memusatkan pikirannya pada puncak, pada impiannya yang sudah sangat dekat.
David, yang berada di sampingnya, terus memberikan dukungan. "Jangan berhenti, Bima. Kita hampir sampai. Ingat, setiap langkah yang kau ambil membawa kita lebih dekat ke puncak."
Bima mengangguk, berusaha keras untuk tetap fokus. Dia tahu bahwa ini adalah saat-saat paling kritis. Dia harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk bisa melewati zona kematian dan mencapai puncak Everest.