Ustaz itu menatapnya dalam-dalam, lalu berkata, "Apakah istrimu masih memasak untukmu setiap hari?"
"Iya, Ustaz."
"Apakah dia masih mengurus anak-anakmu?"
"Tentu."
"Apakah dia masih menyiapkan segala keperluanmu dengan penuh perhatian?"
Rahman terdiam. Ia menyadari bahwa meskipun perasaannya berubah, istrinya tetap melakukan banyak hal untuknya.
Ustaz itu melanjutkan, "Ketahuilah, cinta sejati bukan tentang selalu merasa berbunga-bunga, tetapi tentang kesediaan untuk tetap menghargai dan mencintai pasangan, bahkan ketika perasaan itu diuji oleh waktu."
Setelah percakapan itu, Rahman mulai mencoba melihat istrinya dengan cara yang berbeda. Ia tidak lagi fokus pada perubahan fisik atau kebiasaan yang membuatnya kesal, tetapi pada semua pengorbanan dan kebaikan yang telah istrinya berikan. Sejak itu, hubungan mereka perlahan membaik, karena Rahman belajar untuk lebih bersyukur dan menghargai pasangannya.
Tidak ada pernikahan yang selalu mulus. Setiap pasangan pasti menghadapi pasang surut, termasuk perasaan yang berubah seiring waktu. Namun, yang membedakan pernikahan yang langgeng dan yang rapuh adalah bagaimana pasangan menghadapi perubahan tersebut.
Ketika rasa cinta mulai memudar, jangan langsung menyerah. Alih-alih mencari kebahagiaan di tempat lain, cobalah untuk menemukan kembali kebahagiaan di dalam rumah tangga sendiri. Ingatlah bahwa pasangan kita bukan hanya seseorang yang harus selalu memikat hati, tetapi juga seseorang yang telah berbagi suka dan duka dalam hidup kita.
Jangan biarkan kekurangan pasangan menutupi semua kebaikannya. Fokuslah pada hal-hal baik yang telah dilakukan, sekecil apa pun itu. Dengan begitu, perasaan cinta yang dulu ada bisa kembali tumbuh, bahkan mungkin lebih kuat dari sebelumnya.