Menemukan Kembali Cinta dalam Pernikahan
Ketika engkau tidak lagi menyukai istrimu, maka lihatlah begitu banyak sisi kebaikannya daripada keburukannya.
Pernikahan adalah perjalanan panjang yang tidak selalu dihiasi dengan bunga dan pelangi. Ada saat-saat di mana cinta yang dahulu menggebu-gebu terasa mulai meredup. Ketertarikan fisik yang dulu menjadi pemantik gairah perlahan memudar. Kebersamaan yang dulu penuh canda tawa kini sering diwarnai keheningan. Jika seorang suami merasakan hal ini, bukan berarti pernikahannya telah berakhir. Justru di sinilah ujian sebenarnya dimulai.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya."
(QS. An-Nisa': 19)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa tidak semua yang kita rasakan hari ini mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya. Bisa jadi, di balik rasa jenuh dan ketidaksukaan itu, Allah tengah mempersiapkan banyak kebaikan yang belum kita sadari. Salah satu anugerah terbesar dari pernikahan adalah lahirnya anak-anak yang sholeh dan sholehah, yang menjadi investasi dunia dan akhirat.
Ibnu Abbas pernah berkata bahwa seorang suami yang tetap berlemah lembut kepada istrinya, meskipun ia tidak menyukainya, akan dianugerahi Allah kebaikan melalui keturunannya. Ini adalah pesan penting bahwa cinta dalam pernikahan tidak hanya tentang perasaan yang bergejolak, tetapi juga tentang kesabaran dan komitmen untuk terus berbuat baik.
Rasulullah SAW juga mengingatkan dalam sebuah hadits:
"Janganlah seorang mukmin laki-laki membenci mukmin wanita (istrinya), bisa jadi ia membenci suatu perangai darinya, tapi ia menyukai perangai yang lain."
(HR. Muslim)
Dari hadits ini, kita diajarkan untuk tidak hanya fokus pada kekurangan pasangan, tetapi juga melihat sisi baiknya. Sebab, setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Pernikahan yang langgeng bukanlah pernikahan yang sempurna, tetapi pernikahan yang mampu bertahan dalam berbagai ujian dengan saling menerima dan menghargai.
Seiring berjalannya waktu, pernikahan memang bisa mengalami perubahan. Banyak pasangan yang merasa bahwa hubungan mereka tidak lagi sehangat dulu. Ada yang mulai membandingkan pasangan dengan orang lain, ada pula yang merasa lebih nyaman dengan dunia masing-masing. Hal ini wajar terjadi, terutama jika tidak ada upaya untuk terus merawat hubungan.
Namun, sebelum memutuskan untuk menyerah atau menjauh, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri: Apakah aku sudah benar-benar melihat pasangan dengan hati yang jernih? Sering kali, kita terlalu sibuk mencari kekurangan sehingga melupakan kebaikan yang telah diberikan pasangan selama ini.
Seorang suami yang merasa istrinya tidak lagi menarik mungkin lupa bahwa wanita yang kini ada di hadapannya adalah orang yang dulu ia perjuangkan. Ia mungkin lupa bahwa istrinya telah melewati begitu banyak hal bersamanya---mengandung, melahirkan, merawat anak-anak, dan mendampinginya di saat sulit.
Terkadang, masalah dalam pernikahan bukan terletak pada pasangan kita, melainkan pada cara kita memandangnya. Jika kita hanya fokus pada keburukan, maka yang terlihat hanyalah kekurangan. Sebaliknya, jika kita mau membuka mata hati, kita akan menemukan banyak hal baik yang selama ini terabaikan.
Salah satu cara untuk kembali menyadari kebaikan pasangan adalah dengan mengenang kembali awal perjalanan bersama. Mengingat saat pertama kali bertemu, perjuangan yang dilalui, hingga kebahagiaan yang pernah dirasakan. Dengan cara ini, kita bisa melihat pasangan dengan perspektif yang lebih positif dan penuh syukur.
Kisah Inspiratif
Suatu hari, seorang suami bernama Rahman datang kepada seorang ustaz dengan wajah muram.
"Ustaz, saya merasa pernikahan saya tidak seperti dulu lagi. Saya tidak lagi mencintai istri saya seperti saat pertama menikah."
Ustaz itu tersenyum, lalu bertanya, "Apa yang membuatmu berpikir demikian?"
"Dulu, saya selalu merasa bahagia setiap melihatnya. Tapi sekarang, saya lebih sering kesal. Dia tidak lagi secantik dulu, dan saya merasa sudah tidak ada ketertarikan lagi."
Ustaz itu menatapnya dalam-dalam, lalu berkata, "Apakah istrimu masih memasak untukmu setiap hari?"
"Iya, Ustaz."
"Apakah dia masih mengurus anak-anakmu?"
"Tentu."
"Apakah dia masih menyiapkan segala keperluanmu dengan penuh perhatian?"
Rahman terdiam. Ia menyadari bahwa meskipun perasaannya berubah, istrinya tetap melakukan banyak hal untuknya.
Ustaz itu melanjutkan, "Ketahuilah, cinta sejati bukan tentang selalu merasa berbunga-bunga, tetapi tentang kesediaan untuk tetap menghargai dan mencintai pasangan, bahkan ketika perasaan itu diuji oleh waktu."
Setelah percakapan itu, Rahman mulai mencoba melihat istrinya dengan cara yang berbeda. Ia tidak lagi fokus pada perubahan fisik atau kebiasaan yang membuatnya kesal, tetapi pada semua pengorbanan dan kebaikan yang telah istrinya berikan. Sejak itu, hubungan mereka perlahan membaik, karena Rahman belajar untuk lebih bersyukur dan menghargai pasangannya.
Tidak ada pernikahan yang selalu mulus. Setiap pasangan pasti menghadapi pasang surut, termasuk perasaan yang berubah seiring waktu. Namun, yang membedakan pernikahan yang langgeng dan yang rapuh adalah bagaimana pasangan menghadapi perubahan tersebut.
Ketika rasa cinta mulai memudar, jangan langsung menyerah. Alih-alih mencari kebahagiaan di tempat lain, cobalah untuk menemukan kembali kebahagiaan di dalam rumah tangga sendiri. Ingatlah bahwa pasangan kita bukan hanya seseorang yang harus selalu memikat hati, tetapi juga seseorang yang telah berbagi suka dan duka dalam hidup kita.
Jangan biarkan kekurangan pasangan menutupi semua kebaikannya. Fokuslah pada hal-hal baik yang telah dilakukan, sekecil apa pun itu. Dengan begitu, perasaan cinta yang dulu ada bisa kembali tumbuh, bahkan mungkin lebih kuat dari sebelumnya.
Seperti pepatah Arab mengatakan:
"Jangan mencari pasangan yang sempurna, tetapi carilah pasangan yang bisa menyempurnakan kekuranganmu."
Semoga kita semua bisa menjadi pasangan yang lebih menghargai, mencintai, dan mensyukuri kehadiran satu sama lain, hingga akhir hayat.
Kesimpulan
1. Perubahan perasaan dalam pernikahan adalah hal yang wajar, tetapi bukan alasan untuk menyerah.
2. Fokus pada kebaikan pasangan bisa membantu mengembalikan cinta yang mulai pudar.
3. Pernikahan bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang komitmen dan kesabaran.
4. Mensyukuri kehadiran pasangan adalah kunci kebahagiaan dalam rumah tangga.
5. Cinta sejati bukan hanya tentang jatuh cinta, tetapi juga tentang tetap mencintai dalam segala keadaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI