Mohon tunggu...
Abi Wihan
Abi Wihan Mohon Tunggu... Guru - Teacher

A Great Teacher is Inspiring

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tiang Bendera yang Kosong

8 Agustus 2024   06:51 Diperbarui: 8 Agustus 2024   06:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di ambang pintu, kuintip dengan lirih,  

Bendera berkibar, lambang suci,  

Namun kini hilang, tak lagi terlihat,  

Terbawa angin, hilang tak kembali.

Tali usang, rapuh dan tua,  

Menggantung harapan yang kini tiada,  

Putus di tengah riuhnya waktu,  

Meninggalkan tiang yang kosong dan pilu.

Dulu berkibar dengan gagah berani,  

Mengiringi doa dan semangat juang,  

Namun kini tali putus tak terkendali,  

Bendera hilang, meninggalkan bayang.

Di langit biru, kutatap penuh tanya,  

Kemana perginya lambang yang mulia,  

Apakah terkubur dalam debu sejarah,  

Atau tersimpan dalam hati yang lelah?

Di sudut ruang, kuingat kembali,  

Saat bendera berkibar di pagi hari,  

Kini tiang sepi, tanpa warna,  

Meninggalkan luka di jiwa yang lara.

Dalam senja yang tenang, kuucap doa,  

Semoga bendera kembali berkibar,  

Meski tali usang telah terputus,  

Harapan tak hilang, tetap terjaga.

Tali boleh putus, bendera hilang,  

Namun semangat tetaplah menyala,  

Di hati kami, kau tetap ada,  

Menguatkan langkah, menerangi masa.

Di setiap tiupan angin malam,  

Kubayangkan bendera kembali terbang,  

Menghiasi langit dengan gagah,  

Menghapus duka, membawa terang.

Meski kini hilang dari pandangan,  

Bendera tetap hidup dalam ingatan,  

Kau adalah simbol yang takkan pudar,  

Menjadi bagian dari perjalanan.

Esok hari, bendera akan kembali,  

Dengan tali baru, semangat yang membara,  

Kau akan berkibar, menerangi negeri,  

Menginspirasi hati, menghidupkan asa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun