Di ambang pintu, kuintip dengan lirih, Â
Bendera berkibar, lambang suci, Â
Namun kini hilang, tak lagi terlihat, Â
Terbawa angin, hilang tak kembali.
Tali usang, rapuh dan tua, Â
Menggantung harapan yang kini tiada, Â
Putus di tengah riuhnya waktu, Â
Meninggalkan tiang yang kosong dan pilu.
Dulu berkibar dengan gagah berani, Â
Mengiringi doa dan semangat juang, Â
Namun kini tali putus tak terkendali, Â
Bendera hilang, meninggalkan bayang.
Di langit biru, kutatap penuh tanya, Â
Kemana perginya lambang yang mulia, Â
Apakah terkubur dalam debu sejarah, Â
Atau tersimpan dalam hati yang lelah?
Di sudut ruang, kuingat kembali, Â
Saat bendera berkibar di pagi hari, Â
Kini tiang sepi, tanpa warna, Â
Meninggalkan luka di jiwa yang lara.
Dalam senja yang tenang, kuucap doa, Â
Semoga bendera kembali berkibar, Â
Meski tali usang telah terputus, Â
Harapan tak hilang, tetap terjaga.
Tali boleh putus, bendera hilang, Â
Namun semangat tetaplah menyala, Â
Di hati kami, kau tetap ada, Â
Menguatkan langkah, menerangi masa.
Di setiap tiupan angin malam, Â
Kubayangkan bendera kembali terbang, Â
Menghiasi langit dengan gagah, Â
Menghapus duka, membawa terang.
Meski kini hilang dari pandangan, Â
Bendera tetap hidup dalam ingatan, Â
Kau adalah simbol yang takkan pudar, Â
Menjadi bagian dari perjalanan.
Esok hari, bendera akan kembali, Â
Dengan tali baru, semangat yang membara, Â
Kau akan berkibar, menerangi negeri, Â
Menginspirasi hati, menghidupkan asa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H