Akhirnya Ia Mendatangi Masjid
Oleh: Abi WihanÂ
Di sudut-sudut kota terhampar luas,
Masjid berdiri tegak, merangkul langit biru.
Namun, ada satu jiwa yang tak pernah menginjaknya,
Seumur hidupnya, ia terasing dari doa dan dzikir.
Ia adalah seorang yang terlalu sibuk,
Dengan dunia yang berputar begitu cepat,
Bisnis, harta, dan kesenangan duniawi,
Semua mengisi hari-harinya tanpa henti.
Namun, takdir menghampiri tanpa permisi,
Ketika ajal menjemput, ia terbaring lemah,
Tubuhnya rapuh, menghadapi gerbang maut.
Suara parau penyesalan mengiringinya.
Akhirnya ia mendatangi masjid yang diabaikannya,
Namun, ia tak sendiri.
Keranda kayu membawanya, mengiringi langkahnya,
Menuju tempat suci yang selama ini terlupakan.
Di dalam masjid, doa-doa terdengar,
Para jamaah bermunajat, memohon ampunan.
Ia merasakan ketenangan yang tak pernah ia rasakan,
Namun, sayangnya raga tak lagi bernyawa.
Kini, ia berbaring di masjid yang pernah dihindarinya,
Tak ada lagi bisnis, harta, atau kesenangan.
Hanya keranda kayu dan doa-doa yang mengiringi,
Mengantar jiwanya ke alam yang abadi.
Aceh Tamiang, 17 April 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H