Mohon tunggu...
Maria Yulianti
Maria Yulianti Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

NIM : 43223110066 | Program Studi : Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Integritas Sarjana dan Aplikasi Moral Kantian

19 Oktober 2024   20:28 Diperbarui: 19 Oktober 2024   20:37 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terlihat pada pembagian moralitas Kant sebelumnya, maka imperatif kategoris masuk ke dalam moralitas otonom, sedangkan imperatif hipotetis masuk dalam moralitas heteronom. Sekilas rumusan etika Kant tidak memberikan ruang bagi perasaan atau kecenderungan dalam diri manusia untuk bertindak moral. Kant memang menolak bahwa perasaan atau kecenderungan menjadi alasan satu-satunya manusia dalam bertindak secara moral, karena akhirnya moralitas bergantung pada naik-turunnya perasaan atau kecenderungan dalam diri manusia, contoh: Seorang penjaga toko yang berbuat jujur agar dagangannya laris atau seorang dermawan yang menyumbangkan hartanya pada orang miskin karena merasa simpati. Perasaan atau kecenderungan boleh menjadi alasan seseorang berbuat moral asalkan didahului oleh kesadaran akan kewajiban dan demi untuk kewajiban itu sendiri.

Konsep Etika Immanuel Kant

Dalam ruang lingkup filsafat etika, Immanuel Kant termasuk pada filsafat aliran etika deontologis. Etika deontologis adalah teori filsafat moral yang mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya. Atau dalam artian tindakan itu dianggap benar apabila itu adalah kehendak baik. Karena bagi Kant tidak hal yang lebih baik secara mutlak kecuali "kehendak baik". Baik tersebut dalam artian kehendak yang "baik" pada dirinya, dan tidak tergantung pada yang lain. Menurut teori etika deontologi mengatakan bahwa betul salahnya suatu tindakan tidak dapat ditentukan dari akibat-akibat tindakan itu, melainkan ada cara bertindak yang begitu saja terlarang ataupun wajib. Jadi ketika kita akan melakukan sesuatu tindakan yang buruk, kita tidak perlu memikirkan apakah akibat dari tindakan tersebut. Karena tindakan itu akan dinilai moral, ketika tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan kewajiban untuk bersikap baik. Dengan dasar demikian, etika deontologi sangat menekankan pentingnya motivasi dan kemauan baik dari para pelaku. Sebagaimana yang diungkapkan Immanuel Kant bahwa kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya terlepas dari akibat yang ditimbulkannya. Wujud dari kehendak baik itu sendiri adalah bahwa seseorang tersebut telah mau menjalankan kewajiban. Hal tersebut menegaskan bahwa untung atau tidak nya, dalam kaitan ini tidak dipermasalahkan, karena pada dasarnya ada sesuatu dorongan dari dalam hati. Artinya, bahwa seseorang yang telah melakukan tindakan untuk memenuhi kewajiban sebagai hukum moral di batinnya yang diyakini sebagai hal yang wajib ditaati dan dilakukannya, maka tindakan tersebut telah mencapai moralitas. Dengan demikian menurut Kant kewajiban adalah suatu keharusan tindakan yang hormat terhadap hukum. Tidak peduli apakah itu membuat kita nyaman atau tidak, senang atau tidak senang, cocok atau tidak, pokoknya itu wajib bagi kita. Lebih jelasnya adalah tanpa pamrih, dan tanpa syarat.

Suatu tindakan itu disebut baik itu bukan karena tindakan karena menghasilkan hasil yang baik dan menguntungkan atau merugikan. Tetapi karena tindakan itu dilakukan karena kepatuhan kepada perintah kalbu dan hukum moral yang baku yang datang dari pengalaman indrawi. Ia begitu saja ada dan a priori terhadap seluruh tindakan. Satunya-satunya kebaikan di dunia ini adalah kemauan yang baik. Yaitu kemauan yang mau mengikuti hukum moral. Membuang jauh-jauh sifat pamrih, mengharapkan sesuatu. Di dunia ini manusia berjuang untuk melawan hawa nafsu yang ada pada dirinya. Maka kehendak bisa dilakukan dengan maksud-maksud dan motif tertentu, yang tentunya tidak baik pada dirinya. Dalam tindakan menunaikan kewajiban menurut Kant manusia harus meninggalkan pamrih- pamrihnya. Dengan begitu kehendak baik di dunia ini akan terwujud dalam pelaksanaan kewajiban.

Menurut Kant, ketika manusia meninggalkan pamrih-pamrihnya, maka kehendak baik di dunia ini akan terwujud dalam pelaksanaan kewajiban. Kant membedakan antara tindakan yang sesuai dengan kewajiban dan tindakan yang dilakukan demi kewajiban. Untuk tindakan yang sesuai dengan kewajiban baginya tidak berharga secara moral, sedangkan tindakan yang dilakukan demi kewajiban itu bernilai moral. Menurut dia, semakin sedikit pamrih kita untuk menunaikan kewajiban, maka semakin tinggilah nilai moral tindakan kita. Sebuah tindakan moral yang luhur adalah tindakan yang dilakukan demi kewajiban. Dalam hal ini pandangan Kant kerap disebut rigorisme moral. Artinya ia melakukan tindakan tersebut demi sebuah kewajiban, dan menolak dorongan hati, belas kasih sebagai tindakan moral.

Padahal sebenarnya Kant mengatakan bahwa dalam moralitas yang penting adalah pelaksanaan kewajiban. Meskipun terkadang kurang mengenakkan di perasaan kita. Dorongan hal semacam itu bisa saja baik, akan tetapi moralitas tidak terletak pada dirinya. Ketaatan akan pemenuhannya akan kewajiban ini, muncul dari sikap batin seseorang yang merupakan wujud dari kehendak baik yang ada dalam diri manusia. Menurut Immanuel Kant, terdapat tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya. Pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Kedua, ia terdorong dari perasaan yang ada di dalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, ia memenuhi kewajiban karena kewajibannya tersebut memang ingin ia penuhi sebagai kewajibannya. Tindakan terakhir inilah yang menurut Kant merupakan tindakan yang mencapai moralitas. Karena suatu bentu tindakan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh yang berasal dari kehendak baik, ini merupakan kemurnian motivasi sebagai ciri pokok tindakan moral. Dan kemurnian ini tampak dari sikap mentaati kewajiban moral demi hormat terhadap hukum norma yang mengatur tingkah lakunya, bukan demi alasan lain. Dan inilah yang dinamakan paham deontologis murni.

Etika deontologis juga sering disebut sebagai etika yang tidak menganggap akibat tindakan sebagai faktor yang relevan untuk diperhatikan dalam menilai moralitas suatu tindakan. Karena yang dilihat dari deontologis ini adalah bertindak sesuai dengan kewajibannya. Artinya jika tindakan tersebut tidak sesuai dengan kewajiban dan tidak sesuai dengan kehendak baik, maka tindakan tersebut tidak menguntungkan baginya, dan sebaliknya apabila tindakan itu sesuai dengan kewajiban dan kehendak baik maka akan menguntungkan dirinya ataupun orang lain.

                Immanuel Kant sebagai penganut dan pelopor etika deontologis berpendapat bahwa norma moral itu mengikat secara mutlak dan tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan atau tidak. Bagi Kant memandang bahwa deontology merupakan perbuatan moral itu dapat diketahui dengan kata hati. Dan melakukan kewajiban bagi Kant merupakan norma berbuat baik. Adapun contoh dari etika deontologi misalnya "jangan bohong" atau "bertindaklah secara adil". Tindakan tersebut harusnya dilakukan dan tidak perlu dipertimbangkan terlebih dahulu apakah menguntungkan atau tidak, disenangi atau tidak. Tindakan tersebut melainkan tindakan yang harusnya dimana pun harus ditaati, entah apapun akibatnya. Hukum moral mengikat mutlak semua manusia sebagai makhluk rasional.

                Bagi Kant yang menghubung-hubungkan kewajiban moral dengan akibat baik dan buruk justru malah akan merusak moral. Sebab hal inilah yang dinamakan pamrih karena alasan. Padahal jika seseorang ingin berbuat baik harusnya tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun. Semua resmi terdorong dari lubuk hatinya. Menurut istilah Kant, seseorang yang bertindak dalam rangka memenuhi hukum moral, berarti bertindak karena "kehendak baik" karena "kewajiban". Bertindak karena cinta diri bisa jadi baik atau bisa jadi buruk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan itu lahir karena cinta sebagai kecenderungan semata. Tetapi tindakan karena kehendak baik, menurut Kant selalu baik dan tidak pernah menjadi buruk. Dengan demikian baik tanpa kualifikasi atau baik secara universal. Tindakan yang didorong dan dituntun oleh kehendak moral rasional, dengan maksud untuk melakukan kewajiban, melakukan apa yang benar, tindakan itu mengandung sebagai tindakan moral bahkan walaupun tindakan itu menghasilkan sesuatu yang buruk sebagai akibat dari kemungkinan- kemungkinan yang tidak tepat yang berada di luar kontrol pelakunya. Dari keterangan ini dapat disimpulkan tindakan-tindakan yang baik secara moral, dan tindakan yang diniatkan baik secara moral adalah tindakan yang keluar karena kewajiban. Artinya tindakan seperti itu kata Kant mempunyai nilai yang dalam.

Kant yakin bahwa tindakan-tindakan yang baik secara moral adalah tindakan-tindakan dengan niat baik secara moral, dan tindakan yang diniatkan baik secara moral adalah tindakan yang keluar karena kewajiban. Tindakan seperti itu kata Kant berarti mempunyai nilai. Ini berarti bahwa tindakan itu tidak hanya harus sesuai dengan apa yang diperintahkan kewajiban, tetapi juga harus dilakukan demi memenuhi kewajiban si pelaku. Sebuah tindakan bisa sesuai dengan kewajiban jika dilakukan dengan apa yang diperintahkan oleh kewajiban. Sebenarnya tujuan Kant adalah untuk menetapkan dasar yang paling dalam guna menentukan keabsahan peraturan paling dalam ini terletak pada akal budi murni, dan bukan pada kegunaan atau nilai lain moralitas baginya menyediakan kerangka dasar prinsip peraturan yang bersifat rasional dan yang meningkatkan serta mengatur hidup setiap orang, lepas tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan pribadinya. Norma moral meningkatkan setiap orang di mana pun dan kapan pun, tanpa terkecuali. Dasar moralitas mesti ditemukan dalam prinsip-prinsip akal budi yang dimiliki secara umum oleh setiap orang. Suatu sikap atau tindakan secara moral benar hanya kalau itu sesuai dengan norma atau hukum moral yang dengan sendirinya mengikat setiap orang yang berakal budi.

Kant menyatakan jika tindakan yang dilakukan sesuai dengan kewajiban, maka tindakan tersebut mengandung kehendak baik. Karena segala yang berkehendak baik adalah yang wajib. Kant yakin bahwa tindakan yang dilakukan karena kewajiban sebagai tindakan demi memenuhi hukum moral yang murni a priori. Menurut Kant, hukum dikatakan murni jika ia tidak berisi konsep-konsep empiris. Prinsip moralitas yang tertinggi ini adalah murni dalam arti bahwa prinsip-prinsip ini tidak berkenaan dengan tindakan-tindakan secara spesifik. Artinya disini penerapan tindakan yang berasal dari dorongan hatinya yang sesuai dengan hukum moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun