Mohon tunggu...
Maria Wona
Maria Wona Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Riung

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi-puisi Maria Wona

19 Desember 2020   09:40 Diperbarui: 19 Desember 2020   09:41 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LUKA SERIBU MALAM

Di simpang malam 

Aku adalah perempuan

Dengan seribu batu

Berjalan menyusuri waktu

Sampai usiaku tak lagi menentu

Aku masih memeluk dada ini

Menyuapi setetes cinta atas bibir mungil

Pucuk-pucuk rindu

Yang bertumbuh pada malam

Selaras penindasan bertalu-talu

Harapan menggendangkan imaji temaram

Kita abu-abu pada raga yang lesu

Rintik-rintik tanggal terus berjatuh

Cintamu tak semerah bunga desember

Kau jatuh bersama kecoklatan yang usang

Aku memilih kalah

Bukan untuk menyerah

Aku masih bisa berusaha

Dengan cara yang semestinya

Maria Wona

TERUNTUK PUAN BUNGA REVOLUSI

Puan,...

Tak ada yang pantas untuk ditangisi

Ketika keringat tubuh dan darah terus mengalir

Membasahi ruas nadi dan jalanan kota

Yang memilih bisu dan berdiam menjadi saksi

Mari kita buka dada bersama Puanku

Disana ada puisi yang paling riak berteriak

Mengalir dan menyatu dalam darah yang mahal

Ketika suara-suara berkerak terus dikerah

Untuk keadilan dan kemanusiaan rakyat

Puanku,...

Hapus air matamu dan tataplah setiap mata

Yang berdiri condong menatap wajahmu

Karena yang tersirat hanyalah bahasa tubuh

Yang menolak bahkan menerima kebijakan semu

Perihal lima oktober dalam ingatan

Membuka jalan pada seribu perjuangan

Menolak lupa dengan geram atas air mata

Sebelum seluruh rakyat berduka atas luka

Puanku...

Kita telah berkali-kali mengangkangi buku-buku

Yang berbaris rapi di perpustakaan sunyi

Kita melahap dan menikmati indahnya kata-kata

Menggugah getar dalam jiwa menghentikan dahaga

Bangsa kita telah dibunuh kebijakan prematur

Kita masih memilih menari diatas halaman kota

Yang menolak bisu pada hingar bingar waktu

Menentang perlawanan atas tanah dan waktu

Puan,..

Engkau adalah kata-kata yang paling mahal

Rahim peradaban dari bunga-bunga revolusi

Yang lahir dari kata-kata yang tak pernah mati

Memilih berteriak atas mimpi yang dikebiri

Aku padamu bersimbah puisi yang memilih abadi

Menembus sekat tanpa batas pada persepsi

Aku padamu bersimbah peluh dan darah

Yang memilih mencakar pikiran namun terlihat waras

Puan,..

Mari kita bakar dada ini

Membiarkan api membara di sanubari

Kita menolak bungkam untuk pergi

Sebelum kita benar-benar dihabisi

Maria Wona

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun