Mohon tunggu...
Maria Tanjung Sari
Maria Tanjung Sari Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger-Content Writer-Content Placement Artikel di Blog-Jasa Review Produk dan Jasa di Blog Untuk kerja sama bisa email di titikterang751@gmail.com

Blogger Surabaya yang mengelola beberapa blog diantaranya santaisore.com , sahabatcurhat.my.id , curhatyuk.my.id dan masih banyak lagi Senang menulis mengenai dunia HRD, suka mengamati perilaku sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Lingkungan Kerja Toxic, Pilih Resign atau Bertahankah yang Lebih Baik

30 Juli 2023   11:07 Diperbarui: 11 Agustus 2023   17:44 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi lingkungan kerja toxic (DragonImages via kompas.com) 

Siapa yang tidak ingin memiliki lingkungan kerja nyaman dan kondusif, tentu semua orang ingin memilikinya. Apalagi tempat kerja itu ibarat rumah kedua kita di dunia ini. Pekerjaan pula yang memberi kita penghasilan agar dapat melanjutkan kehidupan. Risiko ketika kita bekerja ikut orang lain atau perusahaan maka tentu tidak bisa memilih pertemanan yang seperti apa. 

Kita harus membiasakan diri terhadap segala tingkah laku manusia di lingkungan kerja, baik kepada mereka yang memiliki sifat bak malaikat dan juga terhadap mereka yang memiliki attitude tak baik di lingkungan kerja. Tidak ada pilihan ketika bergaul dengan teman di pekerjaan. Kita pun harus menempatkan diri sebagaimana mestinya agar tidak timbul gesekan dengan rekan kerja.

Belakangan ini kita sering sekali mendengar kata toxic di masyarakat dalam kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia. 

Toxic sendiri merupakan Bahasa Inggris yang apabila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki arti beracun. Tentu saja yang namanya racun itu apabila dikonsumsi oleh manusia pasti mematikan, kecuali langsung mendapatkan pertolongan pertama.

Apabila toxic dikaitkan dengan hubungan sosial antar manusia, maka bisa diartikan sebagai hubungan yang tidak sehat. Lalu hubungan dengan siapa saja sih yang mungkin bisa menimbulkan kemungkinan terjadinya hubungan yang tak sehat, sebenarnya ada banyak namun pada kesempatan kali ini saya ingin membahas hubungan tak sehat di lingkup pekerjaan.

Entah kenapa, tema mengenai lingkungan kerja toxic ini menjadi pembahasan yang menarik bagi saya. 

Di kantor sendiri biasanya ada dua faktor penyebab lingkungan kerja menjadi toxic yaitu rekan kerja dan juga pimpinan di perusahaan tempat kita bekerja. 

Setelah membaca berbagai referensi online dan juga pengamatan sekitar, ternyata lingkungan kerja toxic bisa menjadi salah satu faktor seseorang memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya. 

Walau tak sedikit karyawan yang bertahan untuk tetap bekerja di lingkungan kerja toxic karena tak punya pilihan lain untuk mencari nafkah demi hidup keluarganya, sementara dia tidak memiliki skill spesifik.

Credit Photo: Pexels
Credit Photo: Pexels

Pimpinan Kerja Toxic (Toxic Leadership)

Seperti yang dilansir dari https://pustaka.unand.ac.id/, toxic leadership merupakan motivasi, sikap, dan perilaku yang dimiliki oleh seorang pimpinan yang hanya berpusat pada dirinya sendiri. Tentu saja kepemimpinan seperti ini akan merugikan para karyawannya. Beberapa ciri dari seorang pimpinan yang toxic antara lain:

  • Sulit untuk menghargai hasil kerja keras bawahannya, bahkan cenderung tidak menghargai sama sekali
  • Menganggap karyawan bukan aset bagi perusahaan
  • Tidak bisa menerima kritik maupun saran dari karyawan di perusahaannya
  • Cenderung bersikap otoriter kepada para karyawannya
  • Hampir tidak pernah terlibat dalam urusan pekerjaan namun menginginkan kesempurnaan dalam hasil pekerjaan seluruh karyawannya.

Curhatan sering saya dengar dari beberapa teman dimana ada sebagian mereka yang merasa kecewa lantaran tidak pernah dihargai hasil kerjanya oleh pimpinan. 

Bukan bermaksud tidak ikhlas terhadap kewajiban sebagai karyawan, namun teman saya merasa kantor tempatnya bekerja cukup terbantu dengan administrasi kantor yang dirapikannya sehingga kantor menjadi lebih tertib dalam pembukuan. 

Namun sayangnya, pimpinan kantor tempat dia bekerja yang merupakan perusahaan kecil kurang mengapresiasi kinerja teman saya tersebut.

Lalu ada lagi curhatan dari teman yang memiliki pimpinan tidak peka terhadap budaya kantor yang diisi oleh karyawan sebagian besar dari kerabat pimpinan itu sendiri. 

Karyawan yang mayoritas terdiri dari kerabat pimpinan rawan menimbulkan konflik dan gesekan dengan rekan kerja sendiri. Jatuhnya nanti kita akan mendapati rekan kerja yang toxic, sementara pimpinan tak mau tahu konflik internal dan hanya berharap profit besar di perusahaannya.

Mungkin pada kesempatan berikutnya, saya akan mencoba menulis dan membahas bagaimana dampak negatif apabila sebuah perusahaan mempekerjakan saudara sendiri.

Rekan kerja toxic

Rasa-rasanya sudah banyak sekali artikel yang membahas mengenai rekan kerja toxic. Kita sebagai manusia yang hidup berdampingan satu dengan yang lain, akan berkenalan dengan berbagai karakter manusia. Biasanya karakter manusia itu terlihat aslinya ketia berinteraksi secara intens, salah satunya di tempat kerja. 

Sering saya mendengar curhatan jika di kantor, teman saya memiliki rekan kerja toxic. Lama-lama saya pun melakukan instrospeksi, jangan-jangan saya sendiri merupakan karyawan toxic di kantor yang mungkin tidak disenangi oleh rekan kerja lainnya. Baiklah, sedikit saya ingin merinci bagaimana sih ciri-ciri rekan kerja toxic itu, antara lain:

1. Melemparkan tanggung jawab kepada rekan kerja lainnya

Dia yang diberi tugas oleh pimpinan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, namun dia juga yang melempar tanggung jawabnya ke teman kerja laiinnya. 

Iya kalau rekan kerja yang diserahi tugas mendapatkan deskripsi lengkap mengenai tugas yang dipasrahkan kepadanya. 

Kalau tidak, maka jika ada kesalahan apakah si teman toxic ini akan bertanggung jawab? Hhmmm, saya rasa kalau sudah jadi habitnya suka melempar tanggung jawab, maka karyawan seperti ini rasanya jauh dari sikap gentleman.

Lalu jika temannya sudah menyelesaikan pekerjaan dengan baik meskipun sebenarnya itu bukan job descriptionnya, jangan-jangan si karyawan toxic ini yang justru menerima apresiasi dari pimpinan, padahal itu bukan hasil kerjanya lho.

2. Playing victim

Dia yang membuat kesalahan, namun dia juga yang merasa seolah-oleh menjadi korban. Mungkin banyak tipe teman kerja seperti ini. Namanya pekerjaan, kita sebagai karyawan akan menerima tugas dan tanggung jawab yang harus diselesaikan sampai akhir. Namun dalam bekerja tentu ada yang namanya team dimana saling support tugas satu dengan lainnya. Kerjasama team ini diperlukan demi lancarnya sebuah pekerjaan.

Jika menemui rekan kerja yang suka drama seperti playing victim, cenderung membuat gaduh seisi kantor maka sebagai karyawan kita harus bersikap tegas. Kalau perlu buat serah terima setiap pekerjaan sehingga tidak ada celah bagi karyawan toxic untuk melakukan playing victim yang akan merugikan karyawan lainnya.

3. Suka memprovokasi rekan kerja lainnya

Jika sudah tidak suka dengan pekerjaan saat ini yang sedang dijalani, maka kalian bisa kok mengajukan surat resign kepada atasan. Tak perlu membuat kegaduhan dengan cara melakukan provokasi atau menghasut rekan kerja lainnya. 

Terkadang karyawan toxic ingin membuat kegaduhan dengan mengajak rekan kerja lainnya, lalu membuat seolah-olah bukan si toxic yang melakukannya. Ujung-ujungnya playing victim lagi donk.

Jangan menurunkan kualitas kerja kalian jika memang sudah merasa tidak cocok dengan perusahaan tempat kerja sekarang. Dan jangan pula mengeluh apabila dirasa gaji yang diterima tidak sepadan dengan beban kerja yang dilakukan. 

Resign Atau Tetap Bertahan Kerja Jika Berada di Lingkungan Kerja Toxic?

Bangun tidur terasa menjadi tak semangat, lalu berangkat kerja pun terasa berat apabila kita membayangkan di depan mata bagaimana lingkungan kerja yang toxic akan dihadapi. 

Ingin mengundurkan diri sebagai karyawan, namun belum punya cukup tabungan untuk bertahan hidup selama menjadi pengangguran. 

Di samping itu pula, mencari kerja sekarang ini tak semudah seperti beberapa tahun lalu terlebih semenjak pandemi, banyak perusahaan berusaha untuk memperketat biaya operasional. Salah satu cara perusahaan menghemat biaya operasional adalah dengan menjadikan satu orang karyawan dapat mengerjakan beberapa tugas kantor secara multifungsi. 

Bagi saya hal tersebut tak menjadi masalah asal karyawan yang bersangkutan bersedia dan kompensasi yang diterima juga sesuai. 

Konon, saya mendapat cerita dari teman jika perusahaan berskala kecil yang menganut asas kekeluargaan akan melakukan efisiensi tugas karyawan, dan karyawan juga mendapat fleksibilitas seperti mudah meminta izin mendadak apabila ada keperluan keluarga.

Saran saya jika kalian sudah mulai memasuki dunia kerja, maka ada banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan terburuk misalnya harus resign dari pekerjaan. Hal yang perlu dipersiapkan sebelum memutuskan resign adalah:

  • Mulai menabung dana darurat untuk antisipasi apabila harus resign secara mendadak
  • Mencari alternatif pekerjaan baru sebagai pengganti setelah resign dari kantor lama
  • Memikirkan untuk membuka usaha sendiri
  • Memperbanyak dan meningkatkan skill agar lebih mudah mendapatkan pekerjaan

Namun apabila keempat hal di atas belum dapat kalian persiapkan, maka saya sarankan untuk bertahan di tempat kerja sekarang meskipun kalian sudah tidak mampu lagi menghadapi lingkungan kerja yang toxic tersebut. 

Segera ubah pola pikir agar kalian tetap dapat bertahan di lingkungan kerja yang sudah tidak kondusif lagi. Fokus pada pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan, selesaikan dengan baik. 

Kalian tidak perlu bergaul terlalu akrab dengan teman-teman kerja yang membawa pengaruh negatif. Yang terpenting adalah jangan sampai kehilangan sumber pendapatan dari bekerja sebelum kalian siap dengan rencana matang setelah resign.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun