Mohon tunggu...
Maria Gabriella Schlonsky
Maria Gabriella Schlonsky Mohon Tunggu... Lainnya - Newbie writer

Hi! My name is Maria. Honestly, I’m not interested in politics but as Pericles said —“Just because you do not take an interest in politics doesn't mean politics won't take an interest in you. ” so here I am

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kudeta Myanmar dan Geopolitik Tripolar (AS, Rusia, dan China)

25 April 2021   11:21 Diperbarui: 26 April 2021   09:36 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari itu, kudeta yang terjadi di Myanmar juga telah mengungkap betapa tidak berdayanya kekuatan Barat serta organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) lewat salah satu badan utama yang ada, yaitu Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan PBB dalam kasus ini terbukti buntu akibat posisi China dan Rusia yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan yang tidak akan mengizinkan tindakan hukuman.

Dari beberapa implikasi geopolitik, kudeta juga telah sepenuhnya mengubah lanskap politik negara Myanmar. Situasi yang tidak stabil dibawah kendali absolut militer dan perubahan yang akan terus menerus terjadi, telah berdampak luas sampai ke seluruh negara di Asia. Suu Kyi telah dipaksa hadir di pengadilan atas tuduhan yang diakui oleh komunitas internasional sebagai palsu atau dibuat-buat.

Konsekuensi transnasional dari kudeta juga mulai terlihat seperti, pengusaha besar Jepang, Kirin Holdings yang mencanangkan akan menghentikan dua usaha bersama dengan Myanmar Economic Holdings Ltd (MEHL) di Myanmar Brewery dan Mandalay Brewery dengan alasan kudeta di Myanmar telah melanggar HAM. 

Dilansir dari thediplomat.com, Kirin Holdings mengatakan tindakan militer itu "bertentangan dengan standar dan kebijakan hak asasi manusia kami," "Kami tak punya pilihan selain mengakhiri kemitraan kerja sama kami.”

Demikian pula, banyak pengamat memproyeksikan penurunan ekonomi Myanmar lebih lanjut karena pembatasan kebebasan sipil yang diberlakukan oleh pihak militer serta ketidakmampuan umum Junta untuk mengelola kebijakan moneter dan pasar.

***

Penulis : Maria Gabriella Schlonsky, Rudi Pangidoan, Regina Princesa, Irenia Shintike, dan Puji Silalahi - Mahasiswa  semester 6 Hubungan Internasional, Universitas Kristen Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun