Ray hanya menatap nasi goreng di atas meja. Kopi pun sudah mulai dingin. Bu Mirah sangat kasihan padanya. Meskipun hobi berhutang, Ray adalah pria baik bagi Bu Mirah. Ia cekatan membantu apa saja di warung ini jika lagi tak nguli.
    "Lo, kok lemes, Nak?" Bu Mirah menyambut kedatangan putrinya.
    Yang disapa hanya mematung menatap ibunya. Ia mendekat, memeluk erat orang yang melahirkannya itu.
    "Makan dulu ya," tawar sang ibu.
     Putrinya hanya menggeleng. Bu Mirah kebingungan. Si tukang utang yang dikasihinya memilih tiduran di meja warung. Begitu pula putri semata wayangnya.
    "Pamit, Bu," Ray berdiri dengan wajah lesu tanpa mencicipi hidangannya.
    "Kok pamit?"
     "Eh, Nak, bantu Ibu, bereskan meja itu," Bu Mirah membangunkan anaknya.
    Keduanya saling menatap. Tak ada yang memulai pembicaraan. Hening!
    "Ray, ini Ananda, anakku. Nda, ini Ray, yang Ibu sering cerita, suka ngutang," kenal Bu Mirah.
    "Anak Bu Mirah?" Ray terkejut.