Mohon tunggu...
Mariance Palit
Mariance Palit Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Saya guru yang hobi mendengarkan musik, menonton film, dan mencintai puisi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Buruk

3 Desember 2023   20:15 Diperbarui: 5 Desember 2023   14:09 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tolong aku Sekar, tolong aku... " suara wanita tadi menggema di telingan Sekar.

"Aku kesakitan, tolong pergi dari tubuhku, jangan seperti ini, tolong" dengan sengit Sekar memotong terikan wanita itu.

"Tolong aku Sekar" wanita itu tak memperdulikan jeritan Sekar.

Tanpa ampun kedua lelaki tadi secara bergantian mengayunkan cambuk ke tubuh Sekar yang telah dirasuki oleh wanita itu. Sekar menjerit kesakitan setiap kali duri-duri yang ada di cambuk itu merobek kulitnya. Darah segar tak hentinya mengalir dari kulitnya yang awalnya mulus tanpa luka. Semakin lama makin tak kuasa dia menggerakkan tubuhnya, dia pasrah mengikuti tubuhnya dikuasai oleh wanita tua itu. Sekar terlalu lemah untuk melawan, semua ini terlalu menyakitkan. Sekar seperti berada di antara hidup dan mati.

Setelah betubi-tubi menghajar tubuh Sekar, salah satu lelaki itu mendekat, menjambak rambut Sekar dan menyeretnya, sakit yang luar biasa membuatnya lemah dan pasrah, kulit kepalanya terasa seperti sobek, darah mengalir dari sela sela rambutnya, dalam sekejap entah bagaimana caranya Sekar seolah menembus ruang dan waktu. Dia dilempar oleh lelaki itu ke sebuah tempat yang tak pernah dilihat sebelumnya. Rasanya dia terlempar keluar dari kamarnya, dan sosok wanita tua itu telah lepas dari raganya. Sekar terjatuh di tanah basah, tubuhnya yang telah lemah dibanting sekeras kerasnya. Sekar mengerang kesakitan, air mata dan keringat membasahi wajahnya. Bajunya lusuh dan rambutnya kusut mirip rambut ibu-ibu pejabat setelah melepas sanggulnya. Kusut bekas disasak. Kulitnya yang awalnya mulus tanpa luka terlihat sobek di beberapa bagian. Darah segar mengucur dari luka-luka tersebut. Dengan sekuat tenaga Sekar mencoba mengumpulkan energinya. Gelap dan dingin menyergap kulitnya yang penuh luka. Bajunya yang telah sobek-sobek seolah memberi celah bagi udara dingin tempat itu untuk membekukan tubuhnya.

Butuh waktu beberapa detik untuk bisa menyesuaikan matanya dengan kondisi remang tempat itu. Bulu kuduknya berdiri dan tubuhnya mengkerut seketika saat dingin mulai menusuk-nusuk kulitnya. Sekar menangis tertahan, situasi ini sangat menyiksanya, tubuhnya masih kesakitan, meski dia sadar betul bawa wanita tua tersebut tak lagi merasukinya. Sekar kembali mencoba mengumpulkan sisa tenaganya untuk bangkit dari tempat dia terjatuh. Di seberang tempatnya terjatuh tadi Sekar melihat ada sebuah pohon yang amat lebat, dengan merangkak Sekar mendekati pohon tersebut. Segera dia bersembunyi di balik pohon itu. Nafasnya memburu begitu cepat, dibalik tangisannya, Sekar mencoba menenangkan dirinya. Belum lega menarik nafas, Sekar kaget karena dari kejauhan jerit wanita tua tadi kembali terdengar, dan bak suara petir secara bergantian dua lelaki tadi terus menyiksanya dengan cambuk duri. Sungguh iba dan pedih mendengar jeritan itu, rasanya ngilu. Kembali rasa takut meliputi hati Sekar. Sekar mencoba memincingkan matanya, mencoba menyaksikan apa yang terjadi di seberang sana.

Wanita tua itu terlihat mengesot ke arah depan sambil menjerit kesakitan, tanggan dan kakinya meringkuk mencoba menghindari sabetan cambuk. Tangannya menutupi wajahnya yang hampir hancur, kakinya menyeret mencoba menjauhi dua lelaki itu. Besi - besi yang membelenggu kaki dan tangannya bergesekan keras dengan tanah hal itu membuat darah dan nanah keluar dari luka-luka di tangan dan kakinya. Kedua lelaki tadi masih beringas mengayunkan cambuknya. Mata mereka terlihat mengkilat dan sadis. Duri-duri di cambuk itu menancap pada kulit punggung wanita itu, ketika sudah menancap, cambuk itu ditarik sehingga daging punggungnya terkoyak. Darah menyembur dari setiap kulit yang sobek akibat serangan itu. Walau jeritan, rintihan, seruan maaf dan ampun diucapkannya tapi kedua pria tersebut acuh, tak peduli. Seolah gelap, sepi dan dingin membungkam semua teriakan itu.

Sekar cukup takjub pula dengan kondisi wanita tua itu, dengan luka separah itu wanita itu masih kuat untuk merangkak, menjerit. Siapa dia sebenarnya? jika dia manusia mengapa dia belum mati mendapat siksaan sadis seperti itu?. Di persembunyiannya Sekar mencoba mencari tahu misteri apa yang sedang terjadi. Sementara itu dengan tubuhnya yang mulai hancur wanita itu mengesot lagi beberapa saat sampai kepala wanita itu menabrak sebuah pintu yang amat besar. Pintu itu terbuat dari kayu, usia kayunya cukup tua jika dilihat dari warnanya yang amat pudar. Pintu itu tidak bercat, sepertinya dibiarkan alami begitu saja. Dua daun pintu besar kokoh dibingkai dengan kusen yang juga terbuat dari kayu. Engsel besar berwarna hitam terlihat di beberapa titik pinggir pintu. Entah pintu menuju kemana, Sekar pun tak tahu. Ada apa di balik pintu itu? Semua hanya misteri.

Tangan wanita itu terus menutupi wajahnya, dari mulutnya yang berdarah dan giginya yang rompal, dia berteriak "buka pintunya, tolong!" begitu berulang-ulang. Kakinya menendang-nendang pintu itu, berharap seseorang akan membuka pintu itu untuknya. Setiap kali ia menendang pintu itu, tak ada getaran sedikitpun pada daun pintu itu, entah tendangan itu terlalu lemah atau pintu itu terlalu kokoh. Setiap kaki itu menendang, darah ikut keluar dari luka-luka di kakinya menimbulkan bercak-bercak darah pada daun pintu itu. Beberapa kali wanita itu berteriak dan merintih namun tak ada tanda-tanda pintu itu dibuka. Kakinya semakin melemah akibat terkena cambuk dan darah menggenang dimana-mana. Wanita itu menangis tersedu-sedu. Pasrah akan keadaan yang diterimanya.

Kembali rasa mual memenuhi perut Sekar, dia ingin muntah melihat kejadian mengerikan itu. Dia ingin pulang, badannya sangat sakit semua. Hatinya juga pedih melihat wanita itu disiksa seperti itu. Dalam diam Sekar berdoa agar semua ini hanya mimpi buruk dan ia ingin kembali ke kamarnya yang sejuk untuk melanjutkan tidur siangnya. Sepertinya wanita itu menyadari bahwa Sekar sudah tak kuat lagi dan ingin pulang. Dia menurunkan tangannya yang dari tadi menutupi wajahnya, dia mencoba mencari keberadaan Sekar. Sekar terjengkak, kembali dia sangat ketakutan, dia tidak ingin wanita itu kembali menguasai dirinya. Kepalanya menggeleng keras dan tatapannya seolah memohon ampun.

Sekitar dua puluh meter dari tempatnya meringkuk dia melihat dua titik mata manusia dalam kegelapan. Dia yakin itu adalah mata dari sosok Sekar yang bersembunyi di balik pohon. Wanita itu mengibaskan rambutnya yang basah kuyup karena darah dan keringat, ia membuka matanya lebar-lebar, mata yang berwarna merah seperti darah itu menatap Sekar dengan amat tajam. Mata itu melotot mirip mata monster. Sekar kembali mundur beberapa langkah, dia takut luar biasa melihat mata itu. Di sela basahnya rambut wanita itu, Sekar masih dapat melihat jelas raut wajahnya. Sekar melihat jelas bagaimana rupa wanita itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun