Saya sangat setuju pernyataan tersebut. Ada blank spot antara kenyataan perubahan iklim dengan pemahaman masyarakat yang akan mengalami dampaknya.
Masyarakat tidak paham, diperparah kebijakan pemerintah yang alih-alih menyosialisasikan dampak perubahan iklim, malah menjauhkan, atau justru menyesatkan.
Seperti yang dilakukan Ibu Risma sewaktu masih menjabat sebagai walikota Surabaya. Apabila dia paham dan menyosialisasikan perubahan iklim dengan benar, seharusnya dia membuat peraturan seputar gerakan Reduce, seperti wajib membawa tumbler, atau reusable bag (tas pakai ulang), lunch box, serta peralatan lain yang menandakan pemiliknya telah menerapkan reduce.
Apalagi jika Ibu Risma mau membuat peraturan pemilahan sampah serta langkah-langkah yang dilakukan zero waste city, maka tambah cakep deh gebrakannya.
Tapi sudahlah, Ibu Risma hanya membeo kebijakan pemerintah Jokowi  yang bermimpi membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di beberapa kota , yang bakal membawa Indonesia semakin terjerat salah kaprah perubahan iklim.
Sebagai anggota masyarakat, tentu saja kita tak bisa terus-terusan menyalahkan pemerintah, karena bakal mirip tragedy: "Saya membuang sampah sembarangan, karena orang lain melakukannya".
Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk mengisi blank spot.
Belajarlah dengan Benar
Terdengar sadis ya? Â
Ada alasannya, saya pernah melihat pengguna Instagram mengunggah foto cairan mikroorganisme lokal (MOL) yang katanya berguna untuk memutihkan baju.
What?