Saat masih menjabat sebagai  Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini pernah membuat kebijakan yang "menggelikan", yaitu membuat peraturan membayar tiket Bus Suroboyo dengan sampah plastik.
"Bagi penumpang yang akan naik harus membawa 5 botol ukuran tanggung, 3 botol besar, 10 gelas air mineral, kantong plastik (kresek) dan kemasan plastik," kata Risma kala launching bus berfasilitas modern milik Pemerintah Kota Surabaya tersebut, Sabtu (7/4/2018). (sumber)
Mengapa "menggelikan"?
Karena alih-alih mengurangi sampah, peraturan yang dibuat Risma berpotensi memproduksi sampah lebih banyak lagi. Calon penumpang akan menyengaja beli produk dengan kemasan yang sesuai dengan aturan yang dibuat Risma.
Kondisi inilah yang dimaksud sebagai blank spot pada judul tulisan ini.Â
Daftar Isi:
- Blank Spot dalam Kasus Krisis Iklim
- Krisis Iklim dan  FOMO
- Mengisi Blank Spot
Mengapa perubahan iklim disamakan dengan kondisi Blank Spot?
Karena ada kekosongan antara ancaman perubahan iklim dengan perilaku manusia dalam mengatasinya.
Seperti kasus Walikota Risma yang mengeluarkan peraturan mengumpulkan sampah. Jika paham ancaman krisis iklim, maka Ibu Risma akan mengeluarkan peraturan mengurangi sampah sesuai hierarkinya, yaitu "Reduce" dari Reduce, Reuse, Recycle (3R)
Recycle merupakan pintu darurat ketika reduce dan reuse telah dilakukan. Pintasan recycle yang dilakukan Ibu Risma malah memperparah keadaan, sebab proses recycle harus menggunakan sumber daya alam yang hingga kini masih menggunakan energi fosil.