Tentu saja ini hanya kalimat sarkastik. Sesudah Kang Farhan menunjuk undakan masjid dan vihara yang menjulang, sebagai calon warga disabilitas, barulah saya "ngeh" pada ketidakberpihakan pengelola rumah ibadah terhadap warga disabilitas.
Pertanyaan pun muncul "Apakah gak ada warga disabilitas di antara para Jemaah?"
Pastinya ada ya? Namun mereka terpaksa tidak salat Jumat (walau diwajibkan) karena kondisi masjid yang tidak ramah disabilitas.
Haruskah ada warga disabilitas yang mengelola rumah ibadah, sekolah, serta ruang publik lainnya agar ada perubahan?
Penghijauan Salah Kaprah
Sebuah pohon besar yang pastinya sudah berumur, memenuhi trotoar hingga tak memberi ruang bagi pengguna pedestrian. Haruskah ditebang?
Ya, harus. Pohon berumur puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, bukan harga mati. Bisa ditebang dan diganti pohon lainnya.
Demikian pula rentang 4 meter antara patok tanah kepemilikan dengan bangunan, harusnya merupakan pekarangan yang ditanami minimal 1 (satu) pohon, sesuai Perda K3 tahun 2005. Peraturan yang umumnya ditabrak begitu saja oleh pemilik lahan dengan membangun mepet, atau bahkan jika memungkinkan mengambil lahan pejalan kaki.
Tapi sudahlah, jangankan bangunan, berdalih penghijauan para pejabat di kelurahan dan atau kecamatan ramai-ramai "mempercantik trotoar" dengan pot-pot besar berisi tanaman hias.
Ngenes sih ini. Uang rakyat bukannya digunakan untuk menyejahterakan rakyat tapi malah untuk mengejek rakyat. Analoginya, seorang anak yang butuh makan, bukannya diberi nasi tapi malah diberi pot bunga.