Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Nggak Mau Impor Beras? Pilih SRI Bukan Waduk!

16 Februari 2022   08:07 Diperbarui: 17 Februari 2022   11:59 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika Anda masih berpendapat demikian, berarti piknik Anda kurang jauh .... ^^ Berbagai inovasi pertanian khususnya pertanian padi telah ditemukan. Tanaman padi tak lagi harus direndam air seperti yang dilakukan petani konvensional.

Salah satunya adalah System of Rice Intensification (SRI). Dengan SRI siapapun bisa menjadi petani. Cukup menyediakan pot/polybag, benih padi dan media, tanaman padi bisa ditanam di pekarangan rumah atau malah di loteng rumah.

Kisah SRI sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Institut Teknologi Bandung (ITB),  saat menggelar 'Pasar Seni ITB 2010' pernah menyulap halaman parkir timur menjadi sawah yang ditanam dengan cara SRI.

Bagaimana hasilnya?

Mengutip sumber, Wakil Forum Komunitas Petani System Rice Intensification (SRI) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum Anang Maghfur yang juga menjadi pembimbing penanaman padi mengungkapkan, 'sawah dadakan' yang dimiliki ITB tersebut menghasilkan 120 kg gabah kering pungut. Setelah digiling turun 30 % atau cukup untuk konsumsi 100 orang.

Surprise ya?

Apabila para mahasiswa yang aktivitas hariannya berkutat dengan diktat, ternyata bisa menanam padi dengan cara SRI, apalagi petani bukan?

Semula memiliki singkatan "systeme de riziculture intensive", SRI dikembangkan  oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie,  pada 1980 yang  sedang mendapat penugasan di Madagaskar.

SRI muncul pertama kalinya di jurnal Tropicultura tahun 1993. Setelah itu bak tak terbendung SRI mulai mendunia, sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD).

Bersama 25 negara lainnya, Indonesia mulai menguji SRI pada tahun 1999 dan menghasilkan panen sekitar 7-10 ton/hektar.

Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) menjadi salah satu lembaga yang aktif menguji coba dan memperkenalkan SRI pada petani Jawa Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun