Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberuntungan Moral, Kejahatan dan Pertanggungjawaban Moral

2 Januari 2023   22:23 Diperbarui: 4 Januari 2023   06:37 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The good Samaritan from https://dreaminginthedeepsouth.tumblr.com/image/623407163939913728

2. Individu perlu kembali pada nilai-nilai moral yang telah dipelajari/dikembangkannya selama ini serta yang telah dipilihnya menjadi dasar tindakan moralnya. Lalu mengambil keputusan tindakan moral yang akan dilakukan.

3. Individu memiliki intensi moral didasari kesadaran yang membuatnya melakukan tindakan moral yang sejati, artinya ia mampu melampaui faktor eksternal keberuntungan moral dengan keutamaan moral yang dimilikinya dari dalam (moral virtues of intention).

Jika seluruh tahapan ini terjadi, dengan adanya intensi moral yang disadari maka individu bisa dilihat sebagai pelaku moral yang sejati (genuine agency) dan bisa dikenai pertanggungjawaban atas tindakan moralnya.

Tahapan sederhana ini bisa menjadi panduan untuk memeriksa tindakan moral. Proses ini bisa terjadi dalam waktu yang panjang, namun bisa juga terjadi sangat cepat, terutama dalam kondisi mendesak. Secara psikologis, diketahui proses sensasi, persepsi hingga munculnya tindakan bisa terjadi dalam waktu hitungan detik saja.

Pertanggungjawaban individual dan komunal: siapa yang harus bertanggungjawab?

Dalam kasus di atas, kita bisa bertanya pada dia yang tangannya berdarah karena telah mengakhiri nyawa, apakah dia sungguh telah memiliki intensi dan mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup orang lain sehingga dia layak disebut pembunuh? Ataukah keputusan membunuh itu diambil oleh orang lain, yang perlu dikenakan konsekuensi atas niat dan rencana jahatnya. Jika diketahui telah ada niat, rencana dan motif jahat (menyakiti/merugikan orang lain) sebelum tindak kejahatan, maka dia dapat disebut melakukan kejahatan.

Kita juga perlu bertanya pada dia yang tangannya tidak tampak berdarah, sungguhkah dia tidak bersalah, atau murni beruntung karena tidak terlibat pada saat kejadian, ataukah berupaya menutupi kebohongan? Sebaiknya, penelusuran proses intensi moral yang disadari dan agentiknya perlu dilakukan. Jika telah ada niat, rencana dan motif jahat, walaupun menggunakan tangan orang lain untuk melakukan kejahatannya, maka dia juga turut bersalah.

Pertanyaan yang muncul berikutnya, bagaimana jika dalam suatu fenomena, orang-orang tidak bisa memunculkan moral intensional yang disadari dan tidak mampu menghasilkan tindakan moral sejati? Atau, moralitas mereka hanya terkukung dalam keberuntungan moral.

Menurut penulis, kondisi miskin moral intensional adalah indikasi pentingnya pertanggungjawaban komunal dan desakan perubahan pada level lingkungan. Sayangnya, kita sering terlalu terfokus pada pertanggungjawaban moral individual, dan mengabaikan pertanggungjawaban komunal. Dari dilema keberuntungan moral kita menyadari bahwa tindakan individual sangat dipengaruhi faktor lingkungan eksternal. Maka, lingkungan yang menaungi orang-orang miskin moral tersebut harus segera berbenah. Ketiadaan keutamaan moralitas, ketidakmampuan membangun intensi moral yang disadari adalah buah pengkondisian lingkungan yang memiskinkan moralitas agentik manusia. Jika manusia diperlakukan sebagai robot tanpa kemampuan berpikir kritis dan hanya diberikan pekerjaan rutin agar patuh, maka kapasitas intensi moral yang disadari akan tergerus habis. Perlu dipahami, pada lingkup kerja yang terkait dengan menentukan benar-salah, justru diperlukan orang-orang yang memiliki keutamaan moral agentik yang kuat dan menonjol. Maka proses moralitas agentik justru harus diperkuat bukan diperlemah.

Simpulan

Dampak dari konsepsi keberuntungan moral, kita memahami bahwa individu tidak selalu bisa dimintai pertanggungjawaban tindakan dan konsekuensi tindakannya. Bahkan salah jika kita hanya terpaku menilai moralitas hanya dari hasil/konsekuensi tindakan seseorang. Lebih jujur jika mengakui banyak perilaku moral manusia sebenarnya terjadi by luck atau di luar kendalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun