Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Melampaui Narsis

8 Oktober 2021   09:07 Diperbarui: 11 Oktober 2021   13:39 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sambungan dari tulisan "Mengapa Narsis?"

Narsis sulit mempertahankan relasi intim

Narsis biasanya akan cepat mendapatkan hati pasangannya, atau korbannya karena ia bisa memanipulasi orang lain dengan sikap simpatik dan kehebatan superfisialnya. Sering ditemukan, seorang narsis akan bergerak cepat dalam pacaran/tunangan bahkan mengajak menikah dengan cepat.

Setelah mendapatkan pasangannya, narsis akan mulai mengisolasi pasangannya agar hanya terikat dengannya. Isolasi inilah yang akan digunakan narsis untuk membuat pasangannya tunduk patuh padanya dan minim bantuan dari orang lain di sekitarnya. Bahkan hubungan dengan orang tua atau keluarga pasangannya sekalipun akan dibatasi.

Pasangan narsis biasanya adalah orang yang bisa menjadi sumber suplai pujian/pengaguman/pemujaan yang dibutuhkan narsis. 

Dalam satu waktu, bisa terjadi ada beberapa sumber suplai pengagum narsis, artinya seorang narsis bisa memiliki beberapa pasangan sekaligus karena mereka masing-masing memuja/memberikan apa yang dia butuhkan.

Narsis dan pasangannya

Narsis bisa memiliki beberapa kekasih dalam satu waktu atau selingkuh (promiscuity), atau ia akan meninggalkan pasangannya yang lama jika mendapatkan suplai baru atau orang yang lebih bisa banyak memberikan apa yang dia inginkan.

Pasangan narsis bisa memiliki salah satu dari karakteristik berikut:

  1. Orang yang rendah diri (low self esteem): mereka merasa meraka tidak/kurang berharga maka menerima perlakuan apapun yang diberikan padanya.
  2. Orang yang suka menyenangkan orang lain (people pleaser): mereka merasa bisa memperbaiki/menolong hidup narsis. Mereka merasa bermakna hanya jika bisa menolong orang lain.
  3. Orang yang idealis/romantis: orang yang percaya bahwa cinta bisa merubah semuanya, termasuk seorang narsis.

Dalam jangka panjang, pasangan narsis bisa merasa dirinya sebagai korban, karena ia telah mengalami berbagai manipulasi, eksploitasi dan mungkin juga kekerasan serta kerugian materil-moril.

Kita perlu memahami siapa korban narsis dan relasinya dengan narsis, dalam rangka membantunya keluar dari relasi bermasalah dengan narsis.

Korban Narsis

Korban kemungkinan telah mengalami siklus perhatian-kekerasan (love-violence cycle). Ketika narsis ingin mencapai tujuannya, ia akan memberikan perhatian dan kasih yang sangat berlebihan (love bombing). Hal ini menimbulkan perasaan positif bagi korban. Namun, setelah ia mendapatkan keinginannya, narsis menjadi tidak empatik dan bahkan kejam. 

Jika korban ingin meninggalkan narsis, narsis bisa melakukan tindakan manipulatif untuk mempertahankan pasangannya, misalkan mengancam dan menyakiti, atau bersikap manis dan memohon agar korban tidak meninggalkannya. Akibatnya, korban terpedaya oleh narsis dan memilih bertahan. 

Inilah yang akan membangun siklus perhatian-kekerasan, yang bisa membuat korban narsis sulit memutuskan diri dari relasi buruk dengan narsis, karena korban menjadi terfokus pada masa perhatian daripada melihat seluruh kenyataan kekerasan yang dialaminya.

Narsis, isolasi dan gaslighting 

Dampak terburuk isolasi yang dialami korban narsis adalah ia meragukan dirinya sendiri. Ia merasa tidak mampu mandiri, baik secara pribadi, sosial dan profesional. Dia akan ragu apakah mampu mengasihi, atau bahkan bisa bekerja di pekerjaan atau relasi sosialnya. Akibatnya, korban sulit mengambil keputusan pergi karena ragu pada dirinya sendiri.

Durvasula (2019) menyatakan bahwa korban yang sudah mulai meragukan dirinya sendiri akan menampilkan beberapa gejala:

1. Selalu merasa harus mencatat setiap pembicaraan, agar dia tidak lupa. Karena sering ia diserang oleh narsis bahwa dia berlebihan/atau mengada-ada.

2. Mulai menuliskan penjelasan panjang agar bisa dipahami. Hal ini terjadi karena narsis jarang berusaha memahaminya, sehingga ia berusaha menuliskan penjelasan yang panjang dan detail, berharap agar orang lain bisa memahaminya.

Jika proses meragukan diri terus terjadi bertahun-tahun, maka korban bisa sangat kesulitan mencari jalan keluar dari relasi bermasalah dengan narsis. Dapat terjadi gaslighting, proses dimana narsis sengaja membuat perilaku yang menjatuhkan/meragukan pikiran korbannya, hingga korbannya mulai kehilangan keyakinan atas pikirannya sendiri. Harga diri dan kepercayaan dirinya mulai tumpul. Korban akan membutuhkan bantuan untuk bisa keluar dengan sehat.

Jika harus berhubungan dengan seorang narsis

Bukan tidak mungkin, ada narsis di salah satu teman, keluarga, orang tua, pasangan atau mantan pasangan, atau rekan kerja kita. Hal ini membuat kita harus berhubungan dan membuat kontak sosial dengan narsis. Namun, pastikan kita siap.

Judit Orloff (2011) mengemukakan paling tidak ada 3 hal yang dapat dilakukan ketika harus berhadapan dengan seorang narsis.

1. Memiliki harapan realistis atas narsis. Walau narsis tampak meyakinkan, namun sebenarnya kemampuan emosional dan pengelolaan stress mereka sebenarnya terbatas. Dengan memahami ini, kita tidak akan terlalu berharap pada seorang narsis untuk memahami dan merespon emosi kita seperti yang kita inginkan.

2. Jangan pernah menggantungkan harga diri anda pada seorang narsis. Usahakan untuk tidak terjebak dalam kebiasaan terus memuja narsis. Jangan terlarut dalam perilaku selalu berusaha menyenangkan atau mengakui kemegahan diri seorang narsis. Tapi, tahan juga keinginan untuk ikut menimpali atau menyerang narsis, karena ia tidak akan menghargai atau mengapresiasi kemampuan anda. Hal ini bisa memicu munculnya konflik berkepanjangan dengan narsis atau perilaku agresifnya. 

Namun dalam hubungan intim awal, sebenarnya tidak disarankan untuk membangun relasi dengan narsis. Ini akan menjadi hubungan sulit. Narsis mampu memanipulasi, berbohong, selingkuh dan apapun yang bisa dilakukannya untuk membuat dirinya mencapai apa yang diinginkannya, termasuk menyakiti pasangannya.

Kemampuan narsis dalam membangun dan mempertahankan relasi sehat sebenarnya sangat rendah, jauh di bawah rata-rata. Meraka sangat lemah, terutama dalam hal kepekaaan dan empati pada pasangan. Padahal, hal-hal ini sangat dibutuhkan secara mendasar dalam membangun hubungan intim yang sehat. 

Kurangnya empati ini bukan hal yang mudah dirubah, artinya bahkan psikoterapi pun belum tentu berhasil membuat narsis menjadi lebih baik dalam relasi intim. Ada biaya mental yang sangat besar untuk bertahan dalam relasi intim dengan seorang narsis.

Jika bekerja dengan Narsis

Dalam hubungan kerja/bisnis, tunjukkan minat bekerjasama, namun jelaskan juga batasan dan aturan mainnya. Agar dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan seorang narsis, kita perlu menunjukkan bahwa tujuan kerja akan memberikan keuntungan bagi mereka. Dengan begitu, mereka akan lebih sukacita untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengan kita karena sesuai dengan egonya. 

Tapi, pastikan sampaikan juga bahwa pekerjaan ini tersistem dan tertulis (ada aturan sebagai pedomannya). Contohnya: ”saya ajak kamu makan malam dengan calon rekan bisnis saya, karena mereka menganggap kamu menyenangkan. Dan kita bekerja dengan ketentuan dan pedoman ini.” 

Jika anda berhubungan dengan seorang narsis, sebaiknya pahami lebih lanjut siapa dan bagaimana seorang narsis berperilaku. Pastikan kita punya kesiapan bekerja dengan narsis, jika tidak resiko sebaiknya dihindari. Ada beberapa hal yang penting dipersiapkan dan terus dilakukan, terutama dalam hal mengarahkan komunikasi dan kerjasama dengan seorang narsis.

Simpulan

Walaupun dunia sosial media beresiko membentuk perilaku narsis pada manusia, namun tidak semua perilaku narsis adalah gangguan mental. Perlu dibedakan gejala narsis secara umum dan gejala narsisisme klinis – atau gangguan kepribadian narsisisme. Gangguan kepribadian narsisisme hanya bisa ditentukan jika kriteria klinis ditegakkan oleh tenaga kesehatan mental yang profesional.

Dasar dari persoalan narsisisme adalah kerapuhan harga diri yang bisa muncul dari pengasuhan yang salah. Rapuhnya ego dan lemahnya kemampuan pengelolaan diri memunculkan perilaku bermegah diri, kasar, manipulatif dan perilaku jahat. 

Narsis juga akan lemah dalam membangun relasi intim yang sehat. Hal ini terjadi karena kurangnya kepekaan terhadap kebutuhan emosional orang lain, kesulitan bekerjasama dan tidak mampu berempati. Narsis juga cenderung memperlakukan pasangannya sebagai alat untuk mencapai tujuannya dan untuk memberikan suplai pengaguman/pemujaan yang dia butuhkan, tapi pasangan narsis tidak akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan emosionalnya. 

Perlu digarisbawahi, bahwa perubahan kepribadian narsisistik adalah hal yang sangat sulit. Oleh karena itu disarankan agar mempertimbangkan ulang atau menghindari narsis sebagai pasangan intim.

Penulis: Margaretha

Mahasiswa di the University of Melbourne

Sebagian besar tulisan ini telah dipublikasikan di blog pribadi Penulis.

https://psikologiforensik.com/2020/03/17/bertahan-melampaui-narsis/

Referensi

  1. Brooks, D. (2011, 10 Maret). The modesty manifesto. New York Times. Diunduh dari http://www.nytimes.com/2011/03/11/opinion/11brooks.html?_r=1 pada tanggal 19 Desember 2011.
  2. Durvasula, R. (2019). The narcissism epidemic. Dari https://www.facebook.com/redtabletalk/videos/571984246943596/UzpfSTUzNjY3OTYyOToxMDE1ODE0ODc4NDc4NDYzMA/
  3. Orloff, J. (2011). Emotional freedom: Liberate yourself from negative emotion and transform your life. California; Three Rivers Press.
  4. Kernberg, O.F. (1970). Factors in the psychoanalytic treatment of narcissistic personalities. Journal of the American Psychoanalytic Association, 18, 56-69.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun