Ketika seseorang menerima keseluruhan dirinya, termasuk kekuatan dan kelemahan, kelebihan dan keterbatasannya, kesuksesan dan kegagalannya, ini disebut penerimaan diri.
Sepanjang hidup, ada bagian kehidupan yang menarik, ada titik hidup menyedihkan, ada kala sakit, ada momen perjumpaan serta perpisahan. Berbagai pengalaman dan peristiwa ini telah mempengaruhi diri hingga menjadi bentuk saat ini.
Kadang, ada pengalaman yang di satu sisi dilihat sebagai kelemahan, di sisi lain bisa juga dipandang sebagai kekuatan. Pengalaman mengalami kekerasan dalam rumah tangga (kdrt) adalah pengalaman traumatik dan memalukan dalam hidup seorang korban (victim). Namun pengalaman kdrt juga bisa menjadi dasar terbentuknya ketangguhan membangun hidup kembali oleh seorang penyintas (survivor).
Bahkan, bisa menjadi pengalaman belajar orang lain untuk mencegah kdrt atau menginspirasi korban kdrt lain untuk bisa keluar dari pengalaman buruk yang sedang dialaminya. Perubahan dari korban menjadi penyintas hanya bisa terjadi ketika individu memahami diri dan menerima dirinya.
Anak dengan autisme biasanya mengalami kesulitan memahami informasi implisit atau sulit memahami makna secara umum karena kelemahannya yang terlalu terpaku pada informasi detail. Jika kondisi anak ini diterima, maka orang tua akan membantu belajar anak dengan menjelaskan secara gamblang setiap informasi implisit.Â
Lebih lanjut, minat informasi detail bisa dikerahkan sebagai kekuatan, dimana anak didukung mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan ketelitian detail.Â
Dengan demikian, anak bisa mengalami sukses karena orang tuanya telah menerimanya; tidak hanya fokus pada kelemahan tapi juga memfasilitasi kekuatannya.
Simpulan
Terkadang, menerima keindahan dan kesuksesan diri lebih mudah daripada menerima bahwa diri telah gagal dan pesakitan. Namun, untuk mencapai proses menerima kemanusiaannya, individu perlu berlatih agar Aku mengamati dan menelusuri berbagai kompartemen aku. Inilah yang menjadikan diri unik.
Latihan memahami diri (integrasi dan penyelerasan Aku dan aku) dilakukan dalam rangka proses penerimaan diri dan membantu mencapai kondisi sehat dan sejahtera. Karena dengan demikian, artinya kita manusia punya kemampuan berubah, belajar menjadi lebih baik.
"One does one's thinking before one knows what one is to think about." Â (Origin of consciousness in the breakdown of the Bicameral mind" -Julian Jaynes, 1976)
Penulis: Margaretha
Pengajar di Universitas Airlangga, sedang menempuh studi lanjut di the University of Melbourne.