"Consciousness is a much smaller part of our mental life than we are conscious of, because we cannot be conscious of what we are not conscious of." (Origin of consciousness in the breakdown of the Bicameral mind - Julian Jaynes, 1976)
Dalam pekerjaan saya sebagai konselor, saya bertemu dengan orang-orang yang sedang berproses menemukan dirinya. Ada orang tengah berusaha melihat dirinya yang dulu gagal dalam relasi, ada yang tengah mengalami stress karena kehilangan pekerjaan, ada yang tengah mengenali harapan dan impian dirinya di masa depan, dan banyak lainnya.
Namun, ada juga orang yang tidak bisa menemukan dirinya sendiri. Mereka juga kesulitan memahami diri karena tidak mampu melakukan refleksi diri. Mereka biasanya miskin berbicara tentang apa yang mereka ketahui tentang dirinya sendiri, kesulitan mengidentifikasi apa emosi yang tengah dirasakannya, serta kesulitan menguraikan perasaan, pikiran dan keinginannya pada orang lain. Saya biasanya bekerja dengan orang-orang seperti ini.
Dalam tulisan ini, saya ingin menguraikan apa "diri" (self) dan bagaimana mengenali diri sendiri dalam rangka menuju penerimaan diri.
Apakah diri satu?
Siapa aku? Jika dihadapkan dengan pertanyaan ini, apakah jawabnya? Biasanya orang akan menjawab saya adalah orang tua - dijawab dengan peran (roles); atau seorang guru - dijawab dengan tindakan/karya; atau seorang beriman - dijawab dengan konsep atau label yang ingin kita kenakan pada diri.
Ketika menjawab ini, menurut saya ada dua (2) diri yang tengah bekerja dan bisa diidentifikasi.
1."aku" (me): aku adalah diri sebagai obyek yang tengah diamati. Memahami aku bisa dilakukan dengan melihat diri yang tengah bekerja/melakukan sesuatu, yang sedang berhadapan dengan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri (internal) atau dari luar diri (eksternal), yang tengah melakukan peran-peran dalam hidup, yang dikenai label/konsep, yang berada dalam konteks waktu di masa lalu (ingatan) atau di masa depan (harapan).
2."Aku" (I): Aku adalah diri sebagai subyek yang tengah mengamati. Memahami Aku bisa dilakukan dengan melihat diri yang tengah mengamati aku-aku yang tengah muncul di dalam diri (saat ini - present). Aku juga bisa bekerja dalam kesadaran menganalisa, menginterpretasi dan membayangkan merubah aku.
Diri tidak tunggal. Aku yang mengamati hanya ada satu (1) dan disadari ketika tengah mengamati aku. Sedangkan aku - jamak, ada banyak aku yang bisa diamati, sebagai ingatan, ide, peran, harapan, dan pengalaman.
Persepsi Aku juga bisa berubah. Seiring dengan bertambahnya pengalaman hidup, maka Aku juga terpengaruh berbagai faktor kontekstual dalam memahami aku-aku.