Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Rumah Sakit Ramah Autisme

20 Oktober 2020   13:43 Diperbarui: 17 Januari 2024   11:30 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kondisi biasa atau masa pandemi, anak dengan kebutuhan khusus Gangguan Spektrum Autisme (Autism Spectrum Disorder; ASD) dapat mengalami situasi dimana mereka membutuhkan layanan kesehatan di Rumah Sakit (RS) atau pusat kesehatan lainnya.

Orangtua bisa jadi sangat cemas. Melihat kondisi anak yang sakit sudah berat, ditambah lagi dengan kerumitan yang dapat timbul ketika anak harus masuk RS. Perubahan jadwal dan adaptasi di tempat baru akan menjadi kesulitan bagi anak dengan ASD, dan sebagai akibatnya bisa muncul perilaku sulit, seperti menjadi agresif karena anak kewalahan stimulus (meltdown) bahkan menolak perawatan.

Layanan kesehatan perlu diberikan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak dengan ASD. Kelalaian memahami karakteristik Autisme dapat mengakibatkan persoalan akses layanan hingga kurang optimalnya perawatan kesehatan bagi anak dengan ASD.

Sepatutnya, seluruh petugas kesehatan yang berpotensi melakukan pendampingan dan perawatan kesehatan bagi anak dengan kebutuhan khusus ASD harus belajar tentang tata cara penanganan Autisme secara menyeluruh.

Tidaklah cukup belajar dan menguasai layanan bagi anak tipikal (normal) tapi juga perlu dikembangkan keterampilan layanan kesehatan bagi anak berkebutuhan khusus. Terlebih, layanan kesehatan umum, sering menjadi salah satu kebutuhan dasar bagi anak berkebutuhan khusus.

Tulisan ini bertujuan menjelaskan bagaimana orang tua dan petugas kesehatan dapat mempersiapkan diri ketika mendampingi anak dengan ASD dalam kondisi membutuhkan layanan Kesehatan. Terutama untuk mendukung munculnya rumah sakit yang ramah autisme.

Karakteristik ASD

Autisme adalah sekelompok gangguan perkembangan yang berpengaruh hingga sepanjang hidup yang memiliki dasar penyebab gangguan perkembangan di otak (neurodevelopmental).

Gangguan yang terjadi pada otak anak menyebabkannya tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme secara menonjol pada 2 gejala klinis, yaitu: gangguan komunikasi sosial, dan perilaku dengan minat terbatas dan berulang; juga munculnya karakteristik unik dalam hal pemrosesan informasi dan inderawi.

1. Gangguan perkembangan komunikasi sosial

Anak dengan autisme memiliki kemampuan komunikasi yang berbeda, dimana mereka memiliki keterbatasan dalam memahami fungsi sosial komunikasi dan Sebagian juga lemah dalam komunikasi verbal. Mereka cenderung memahami bahasa secara literal dan kesulitan komunikasi tersirat/implisit. Kebanyakan mereka lebih mudah memahami informasi secara visual.

Anak dengan ASD biasanya lebih tinggi kemampuan komunikasi ekspresifnya daripada reseptif. Pada beberapa anak juga ditemukan keterlambatan perkembangan bahasa.

Anak dengan ASD juga sulit membaca dan memahami pikiran dan perasaan orang lain di sekitarnya; dan sebaliknya mereka juga tidak dapat memahami kemampuan diri sendiri.

Sebagai akibatnya, mereka sulit berinteraksi sosial. Sering, anak dengan ASD terlihat seperti tidak memiliki minat berinteraksi sosial. Sebenarnya, mereka ingin berinteraksi tapi keterbatasannya membuatnya tidak mampu menjalin interaksi sosial tanpa dibantu orang lain.

2. Gangguan minat terbatas dan perilaku berulang/repetitif

Anak dengan autisme memiliki minat yang terbatas serta keterpakuan pada pola atau rutinitas, seperti: menyukai menyusun barisan mainan.

Ada juga perilaku berulang yang ditunjukkan seperti obsesi terhadap suatu obyek, misalkan: sangat tertarik pada jadwal atau benda tertentu. Rutin dan ritual menjadi suatu yang sangat penting dalam aktivitas anak dengan autisme, seperti melakukan hal-hal dalam urutan tertentu, menggunakan baju tertentu, makan makanan tertentu.

Rutinitas membuat anak dengan autisme mampu memprediksi dan mengelola dunianya, maka ia akan sangat merasa tertekan jika ritual dan rutinitasnya terganggu.

3. Karakteristik kognitif

Secara khusus kemampuan kognitifnya dapat mengalami hambatan/keterbatasan pada 3 area:

1) kelemahana fungsi eksekutif (executive function), yaitu cenderung mengalami kesulitan dalam merencanakan, memulai, mengelola dan mempertahankan perilaku dalam rangka mencapai tujuannya.

2) kelemahan theory of mind (ToM), yaitu kesulitan memahami perasaan dan pikiran orang lain.

Dan 3) kelemahan koherensi pusat (central coherence), yaitu hambatan memahami makna informasi secara makro/makna secara utuh karena terlalu fokus pada detail (kesulitan mengintegrasikan berbagai informasi detail menjadi suatu kesatuan makna utuh).

Dalam hal keterbatasan fungsi eksekutif, anak dengan ASD biasanya kesulitan melakukan perilaku kompleks yang baru secara mandiri, kurang fleksibel, tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, serta tidak bisa spontan dan refleks. Oleh karena itu, mereka harus dibimbing untuk mengurai perilaku menjadi langkah-langkah yang saling berhubungan dan dilakukan secara berurutan.

Dalam hal keterbatasan ToM, anak dengan ASD bisa jadi akan memberikan respon yang tidak tepat pada suatu situasi sosioemosional, contohnya: tertawa ketika ada yang marah. Hal ini terjadi karena mereka tidak memahami apa dan bagaimana respon emosi yang perlu difokuskan pada suatu situasi sosial dan bagaimana meresponnya.

Begitupula dengan kemampuan koherensi pusat, mereka cenderung memahami bahasa dan kata secara langsung tanpa memasukkan pemahaman kontekstual sehingga pemahamannya menjadi kurang tepat, contohnya: "buang pikiran jauh-jauh" sebenarnya artinya jangan dipikirkan, tapi anak dengan autisme tidak dapat memahami bagaimana membuang pikiran dari kepala seperti membuang sampah keluar rumah.

4. Karakteristik sensoris

Dalam hal sensoris, anak dengan ASD memiliki keunikan pemrosesan dan interpretasi informasi sensoris. Beberapa anak ditemukan mengalami tingkat sensitivitas yang tinggi (hipersensitif) namun ada pula yang sensitivitasnya rendah (hiposensitif), akibatnya mereka dapat memiliki ambang batas inderawi yang berbeda-beda.

Informasi sensoris bukan hanya yang diterima oleh panca inderawi (penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan kulit), namun keunikan dalam hal keseimbangan, gerak tubuh atau kinestetik juga perlu diperhatikan baik-baik pada anak dengan autisme.

Gejala yang dapat muncul terkait dengan sensitivitas sensoris adalah: mudah terganggu dengan rangsang yang biasanya tidak mengganggu seperti suara mobil, bau menusuk, cahaya neon yang berkedip, suara kipas angin; sulit memproses atau memberikan respon pada rangsang tertentu. Ada anak yang mudah merasa terganggu karena silaunya lampu dan cahaya, namun ada pula yang terlihat kurang peka terhadap rangsang dengar sehingga harus diajak berbicara cukup keras.

Penting untuk mengukur karakteristik sensoris anak dengan autisme secara individual agar diketahui profil kemampuan sensorisnya dan diintegrasikan dalam penanganan pembelajarannya. Misalkan, jika anak sensitif pada cahaya, maka ruang belajar anak dibuat tidak terlalu terlampau terang.

Keunikan-keunikan

Keunikan utama kebanyakan anak dengan ASD adalah fokus terhadap detail. Kemampuan ini dapat membantunya untuk mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan fokus pada detail, seperti kecermatan dan menghapal. Kemampuan memahami detail anak dengan autisme secara umum dianggap lebih kuat daripada anak yang berkembang secara normal.

Karakteristik unik lain dari anak dengan autisme biasanya dapat mengembangkan kekuatan belajar yang lebih fokus pada informasi visual; hal ini membuat mereka lebih mudah fokus pada pemrosesan informasi visual yang akan memudahkan mereka untuk memahami informasi dari lingkungan.

Jika kemampuan ini bisa dikembangkan, kemampuan memahami detail visual dapat membuat mereka dapat diandalkan melakukan tugas-tugas yang memerlukan kecermatan dan ketekunan visual, seperti menggambar, mengingat informasi visual dan sebagainya.

Setiap anak adalah unik

Tidak ada semua anak dengan ASD menunjukkan gejala dan karakteristik yang persis sama. Secara umum mereka akan menampilkan gejala perilaku komunikasi sosial, perilaku berulang dan minat terbatas, juga disertai dengan munculnya keunikan pola pemrosesan informasi dan kemampuan sensorisnya.

Ditambah lagi, derajat keberatan gejala tiap anak bisa berbeda-beda, dari tingkat ringan (membutuhkan bantuan minimal dari orang lain), tingkat sedang (membutuhkan cukup banyak bantuan dari orang lain), dan tingkat berat (membutuhkan bantuan secara signifikan dari orang lain untuk melakukan fungsi hidup sehari-hari).

Setiap anak akan memiliki keunikan gejala dan karakteristiknya. Oleh karena itu, setiap anak harus dipahami dan pendekatan perawatannya harus disesuaikan dengan karakteristik, gejala dan kebutuhan individualnya.

Dari informasi tentang karakteristik ASD, petugas kesehatan bisa memahami bahwa label anak dengan autisme sebagai anak sakit adalah salah. Karakteristik ASD membuat mereka memiliki kemampuan berpikir, merasa dan berperilaku yang berbeda. Anak dengan ASD adalah individu yang akan berkembang melalui tahap dan jalan perkembangan yang berbeda dari anak lain. Sama sepertinya semua manusia, anak dengan autisme juga memiliki keunikan.

Layanan Kesehatan Rawat Inap

Ketika anak dengan ASD harus masuk RS, orang tua perlu memberitahu petugas Kesehatan tentang karakeristik dan kebutuhan anaknya:

1.Obyek yang dibutuhkan dan dibatasi di sekitar anak.

Orang tua perlu bertanya dan mempelajari, obyek apa saja yang ada di RS, apa yang boleh dibawa ke RS bersama anak dan apa yang tidak diperbolehkan. Informasi ini penting sehingga orang tua bisa membawa barang-barang yang dibutuhkan anak, yang sesuai dengan standar keamanan RS. Misalkan: benda dari metal atau tajam, atau bertali panjang sebaiknya tidak dibawa. Orang tua bisa membawa mainan yang menjadi minat anak agar anak tenang selama dirawat di RS, seperti: boneka, selimut, bantal. Lebih tepat lagi, jika orang tua berdiskusi dengan petugas kesehatan tentang kebutuhan anak ini.

2.Jam kunjung dan orang di sekitar anak

Jam berkunjung di RS artinya akan ada banyak orang baru yang datang dan kemungkinan akan dilihat anak. Hal ini bisa menjadi persoalan bagi anak dengan ASD yang punya kesulitan dalam fleksibelitas dan menyesuaikan diri. Oleh karena itu, orang tua perlu mengecek dan meminta bantuan dari petugas kesehatan, apakah memungkinkan jika anak dengan ASD dapat pergi ke ruang yang tidak terlalu ramai pada jam berkunjung. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir perubahan keramaian dan bising yang bisa membuat anak dengan ASD menjadi kewalahan inderawi (sensory overwhelmed).

3.Makanan buat anak

Sampaikan kepada petugas kesehatan apa kebutuhan makanan anak. Jika ada diet khusus atau alergi tertentu, maka orang tua perlu bekerjasama dengan petugas kesehatan untuk menyusun makanan anak selama dirawat di RS.

4.Kebutuhan sensoris anak

Orang tua perlu memahami kondisi lingkungan di RS dan bagaimana memenuhi kebutuhan sensoris anaknya. Beberapa anak ada yang akan membutuhkan stimulus sensori tertentu, beberapa anak bisa jadi justru butuh menjauh dari stimulus tertentu.

Di beberapa RS yang ramah anak dengan ASD, telah memiliki ruang sumber yang bisa digunakan bagi anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan kondisi yang lebih terkontrol stimuli sensorisnya.

5.Kebutuhan jadwal anak

Orang tua bisa bekerjasama dengan terapis untuk menyusun rutin dan jadwal visual selama dirawat di RS. Walaupun singkat atau lama berada di RS, anak dengan ASD perlu diberikan pemahaman tentang apa yang akan terjadi dan dilakukannya selama di RS.

Penjelasan ini akan lebih mudah dipahami jika dibuat dalam bentuk visual (gambar). Jika anak harus tinggal selama beberapa hari, maka jadwal visual perlu disusun dan digunakan dengan anak. Jadwal visual akan meningkatkan pemahaman dan kerjasama anak dan dapat menurunkan kecemasan serta perilaku sulit anak.

Membantu anak bisa menyesuaikan diri di Rumah Sakit

Berada di RS bisa menjadi pengalaman yang sulit bagi anak. Tempat baru dan tidak dikenalinya, membuatnya sulit melakukan navigasi dan mencari lokasi; sehingga anak merasa kehilangan kendali. Bau RS, cahaya yang terang, waktu menunggu yang lama, bising dan keramaian adalah stimulus yang bisa membuat anak kewalahan. Maka, anak perlu dipersiapkan jika akan pergi ke RS.

Orang tua bisa menggunakan cerita sosial dengan gambar (social story) untuk menjelaskan apa yang akan terjadi di RS.

Misalkan: "Kita akan datang ke RS untuk mendapatkan obat supaya kamu sembuh. Begitu sampai di RS, kita akan mengantri untuk mendapatkan kesempatan bertemu dengan Dokter. Ketika menunggu, Mama akan memberikan kamu snack kesukaanmu dan kamu akan memakannya.

Lalu jika sudah selesai makan dan kita masih harus menunggu, kamu akan bermain dengan puzzle bersama Mama." Cerita sosial ini disampaikan ke anak dengan gambar, jika diperlukan berulang-ulang, hingga anak paham.

Lebih baik lagi, jika bisa dilakukan semacam role-play sebelum ke RS, atau sebelum anak mendapatkan tindakan medis. Ketika berada di RS, cerita sosial dibawa, untuk menjadi pengingat anak, tentang apa yang telah dilakukan dan akan dialaminya selama di RS.

Akan baik juga, jika petugas kesehatan memahami cerita sosial ini, dan turut membantu agar anak bisa menyesuaikan diri selama di RS atau selama mendapatkan perawatan kesehatan.

Jika anak mengalami kecemasan, ada beberapa strategi relaksasi yang bisa dilakukan:

1.Latihan pernapasan: ajak anak mengatur napas dan membuatnya menjadi lebih rileks. Hal ini bisa dilakukan dengan bantuan menghitung gelembung (bubble), atau berhitung perlahan-lahan.

2.Aktivitas sensori: ajak anak menggunakan stimulus sensoris yang diminatinya untuk menjadi lebih rileks. Misalkan: ada anak yang bisa menggunakan mendengarkan musik lewat headphones untuk tenang, atau melihat gerak dan cahaya dari mainan untuk tenang.

3.Visualisasi tempat nyaman: orang tua bisa mengarahkan fokus anak pada gambar mengenai tempat yang disukainya; lalu mengajak anak berpikir tentang bagaimana rasanya berada dalam tempat itu. Contohnya: orang tua membawa foto tempat berlibur yang disukai anak, lalu mengajak anak berbicara dan mengingat tentang tempat tersebut, bagaimana bentuknya, cahayanya, mainan di sana dan lain sebagainya.

Simpulan

Memahami gejala dan karakteristik anak dengan ASD sangatlah penting bagi petugas kesehatan yang akan mendampingi perawatan kesehatan anak dengan kebutuhan khusus autisme. Lebih lanjut, RS juga perlu menyediakan personel, fasilitas dan layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pada populasi anak berkebutuhan khusus.

Referensi

Nunez, A. (2020). My child needs to be admitted to the hospital. How can I help them cope with an inpatient stay? How can I explain their needs to the staff?. From autismspeaks.org

Penulis
Margaretha
Dosen di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Artikel serupa dipublikasi di website psikologiforensik.com yang dikelola pribadi oleh penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun