Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Rumah Sakit Ramah Autisme

20 Oktober 2020   13:43 Diperbarui: 17 Januari 2024   11:30 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2) kelemahan theory of mind (ToM), yaitu kesulitan memahami perasaan dan pikiran orang lain.

Dan 3) kelemahan koherensi pusat (central coherence), yaitu hambatan memahami makna informasi secara makro/makna secara utuh karena terlalu fokus pada detail (kesulitan mengintegrasikan berbagai informasi detail menjadi suatu kesatuan makna utuh).

Dalam hal keterbatasan fungsi eksekutif, anak dengan ASD biasanya kesulitan melakukan perilaku kompleks yang baru secara mandiri, kurang fleksibel, tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan, serta tidak bisa spontan dan refleks. Oleh karena itu, mereka harus dibimbing untuk mengurai perilaku menjadi langkah-langkah yang saling berhubungan dan dilakukan secara berurutan.

Dalam hal keterbatasan ToM, anak dengan ASD bisa jadi akan memberikan respon yang tidak tepat pada suatu situasi sosioemosional, contohnya: tertawa ketika ada yang marah. Hal ini terjadi karena mereka tidak memahami apa dan bagaimana respon emosi yang perlu difokuskan pada suatu situasi sosial dan bagaimana meresponnya.

Begitupula dengan kemampuan koherensi pusat, mereka cenderung memahami bahasa dan kata secara langsung tanpa memasukkan pemahaman kontekstual sehingga pemahamannya menjadi kurang tepat, contohnya: "buang pikiran jauh-jauh" sebenarnya artinya jangan dipikirkan, tapi anak dengan autisme tidak dapat memahami bagaimana membuang pikiran dari kepala seperti membuang sampah keluar rumah.

4. Karakteristik sensoris

Dalam hal sensoris, anak dengan ASD memiliki keunikan pemrosesan dan interpretasi informasi sensoris. Beberapa anak ditemukan mengalami tingkat sensitivitas yang tinggi (hipersensitif) namun ada pula yang sensitivitasnya rendah (hiposensitif), akibatnya mereka dapat memiliki ambang batas inderawi yang berbeda-beda.

Informasi sensoris bukan hanya yang diterima oleh panca inderawi (penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan kulit), namun keunikan dalam hal keseimbangan, gerak tubuh atau kinestetik juga perlu diperhatikan baik-baik pada anak dengan autisme.

Gejala yang dapat muncul terkait dengan sensitivitas sensoris adalah: mudah terganggu dengan rangsang yang biasanya tidak mengganggu seperti suara mobil, bau menusuk, cahaya neon yang berkedip, suara kipas angin; sulit memproses atau memberikan respon pada rangsang tertentu. Ada anak yang mudah merasa terganggu karena silaunya lampu dan cahaya, namun ada pula yang terlihat kurang peka terhadap rangsang dengar sehingga harus diajak berbicara cukup keras.

Penting untuk mengukur karakteristik sensoris anak dengan autisme secara individual agar diketahui profil kemampuan sensorisnya dan diintegrasikan dalam penanganan pembelajarannya. Misalkan, jika anak sensitif pada cahaya, maka ruang belajar anak dibuat tidak terlalu terlampau terang.

Keunikan-keunikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun