Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Otopsi Psikologis: Penyelidikan Bunuh Diri

26 Juli 2020   22:18 Diperbarui: 24 Januari 2022   16:19 2252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencegahan bunuh diri
Pemahaman mengenai faktor penyebab bunuh diri sebenarnya bisa digunakan untuk melakukan pencegahan.

Jika seseorang pernah berbicara tentang ide bunuh diri dan, atau pernah berusaha bunuh diri namun gagal; maka perlu diantisipasi jika ia akan melakukan upaya bunuh diri lagi dalam waktu dekat. Pada tahap ini, mereka akan dilihat sebagai orang beresiko tinggi bunuh diri.

Sebagai akibatnya, orang yang pernah melakukan upaya bunuh diri, memiliki resiko akan berhasil bunuh diri menjadi 370 kali lipat (Yoshimasu dkk., 2008). Oleh karena itu, pengawasan dan dukungan bagi orang yang pernah melakukan usaha bunuh diri sangatlah penting.

Perempuan ditemukan lebih sering melakukan upaya bunuh diri yang gagal (suicide attempts); sedangkan laki-laki ditemukan lebih berhasil melakukan bunuh diri (completed suicide). Upaya bunuh diri yang dilakukan perempuan sebenarnya adalah caranya meminta bantuan dan perhatian, maka perempuan sering memilih cara-cara yang tidak terlalu mematikan (non-lethal, seperti mengiris nadi di tangan).

Namun ketika laki-laki berpikir bunuh diri, maka ia akan memilih cara-cara yang lebih mematikan, sehingga lebih tinggi keberhasilannya (lethal, misalkan tusukan ke jantung atau merusak organ vital lainnya).

Penyebab bunuh diri sepanjang masa perkembangan juga kontekstual. Pada populasi remaja, bunuh diri sering dikaitkan dengan adanya pola kepribadian beresiko (sikap tertutup dan sulit menyelesaikan persoalan) dan perilaku penyalahgunaan zat-alkohol (Hjelmeland dkk., 2012).

Pada orang dewasa, ditemukan stressor pemicu bunuh diri terkait dengan persoalan yang menyebabkan depresi berat, kehilangan/tidak punya pekerjaan, persoalan pernikahan/relasi intim atau perceraian, ketergantungan alkohol, serta ketidakmampuan menyelesaikan persoalan hidup. 

Pada beberapa kasus bunuh diri laki-laki dewasa ditemukan bahwa kemampuan melakukan bunuh diri diinduksi dari perilaku kekerasan yang dapat memunculkan kapasitas toleransi rasa sakit dan tidak lagi takut akan kematian (Wolfort-Clevenger dkk., 2015).

Pada orang lanjut usia, persoalan kesehatan, pensiun dan perasaan tidak berdaya, serta depresi berat akan meningkatkan resiko kematian yang disebabkan bunuh diri (Yoshimasu dkk., 2008).

Oleh karena itu, jika kita mengetahui bahwa adanya resiko bunuh diri pada seseorang, maka kita perlu melakukan pendampingan intensif dan suportif bagi orang tersebut. Pencegahan dilakukan sejak munculnya gejala depresi, sebelum upaya atau tindakan bunuh diri dilakukan.

Peningkatan resiko bunuh diri karena interaksi penggunaan obat dan gangguan psikologis
Berbagai penelitian menemukan bahwa resiko kematian bunuh diri akan meningkat pada orang-orang yang mengalami gangguan psikologis depresi yang disertai dengan penyalahgunaan zat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun