Dalam interaksi sosial, tidak jarang kita bertemu dengan orang-orang yang dapat melakukan perilaku jahat sehingga merusak relasi sosial dan menyakiti orang lain. Ada orang yang tampak biasa, namun ternyata bisa melakukan perilaku melanggar aturan, merugikan, bahkan sampai membahayakan hidup orang lain.
Ada yang jelas-jelas menampilkan perilaku jahatnya, adapula yang di awal tampil meyakinkan namun kemudian menjadi orang yang "beracun" (toxic person), dimana kehadirannya membuat orang-orang di sekitarnya merasa tidak nyaman dan tidak aman.
Perilaku jahat ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang tampak normal, bukan hanya pasien gangguan mental atau penjahat saja. Perilaku jahatnya pun dapat dilakukan di berbagai konteks interaksi sosial, seperti: dalam relasi intim, keluarga, lingkup kerja, komunitas dan lingkup sosial lainnya. Secara khas, akan ada orang-orang yang dirugikan atau menjadi korban baik dalam relasi intim maupun dalam interaksi sosial-komunitas.
Riset Psikologi Forensik di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, dalam Payung penelitian Kekerasan dan pengembangan alat ukur karakter gelap pada tahun 2017-2018 menemukan bahwa karakter gelap ini bukan hanya dimiliki oleh kriminal di lembaga pemasyarakatan di Jawa Timur, namun juga populasi umum, seperti mahasiswa dan orang awam pada umumnya. Namun, tiap individu memiliki karakter dengan tingkat (kuat-lemah) yang berbeda-beda.
Pada beberapa bidang pekerjaan, orang-orang seperti ini dapat berbahaya. Perilaku jahat yang dapat dilakukannya dapat menimbulkan kerugian baik materil maupun psikis yang cukup besar, bahkan bisa mengarah pada tindak kriminalitas.Â
Namun, di sisi lain, orang-orang dengan karakter gelap justru 'tampak' menjadi orang-orang sukses di bidang-bidang tertentu, misalkan di politik dan bisnis. Tampaknya, justru karakter gelap membuat mereka lebih mampu mencapai apa tujuan mereka, walau dengan menggunakan cara-cara yang bisa berdampak merugikan pada orang lain atau sering disebut sebagai perilaku jahat.
Oleh karena itu, penting untuk memahami siapa orang yang "beracun" secara sosial ini dan bagaimana mengidentifikasinya. Tulisan ini akan menguraikan tentang pendekatan karakter gelap (dark traits) untuk menjelaskan perilaku jahat manusia.
Empat Karakter Gelap (Tetrad Dark Traits)
Salah satu faktor yang dapat menjelaskan perilaku jahat manusia adalah karakter gelap manusia (dark traits). Secara khusus, tulisan ini akan mengulas Empat karakter gelap atau Tetrad Dark Traits (Buckels, Jones, & Paulhus, 2013; Chabrol, Leeuwen, Rodgers, & Sjourn, 2009).
Empat karakter gelap ini dikembangkan dari Tiga karakter gelap atau Dark Traits Triad yang terdiri dari 3 karakter gelap Machiavellian, Narsisisme dan Psikopati, ditambah lagi Sadisme sehari-hari (everyday sadism).
Keempat karakter ini akan memiliki kemampuan empati yang rendah, cenderung ekstravert dan cukup mampu bersosialisasi. Pada kesempatan pertama, mereka bisa tampil meyakinkan dan simpatik, namun selanjutnya, mereka akan melakukan manipulasi, eksploitasi orang lain, bahkan menyakiti orang-orang yang berelasi dengan mereka.
Machiavellian
Individu dengan karakter Machiavellian menunjukkan dingin, sinis, corak pikir pragmatis dan cenderung amoral; perilaku didasarkan atas strategi perencanaan jangka panjang; motivasi agentik atau orientasi kepentingan pribadi, misalnya: untuk mendapatkan kekuasaan atau uang; dan dapat terlibat dalam penipuan dan eksploitasi.Â
Machiavellian sering tampil sebagai orang licik, mencari keuntungan pribadi, tidak/kurang mampu melakukan perilaku pro-sosial, motivasi kerja bukan intrinsik, dan haus kekuasaan; hal-hal inilah yang membuat mereka tidak diinginkan secara sosial. Namun karena sifat ingin menangnya, pada beberapa posisi, Machiavellian dapat dipilih sebagai pemimpin.
Karakter kepribadian Machiavellian dapat diidentifikasi oleh tiga nilai yang saling terkait: 1) keyakinan bahwa mampu melakukan taktik manipulatif dalam berurusan dengan orang lain, 2) pandangan sinis atas sifat manusia lain, dan 3) dan pandangan moral semu yang menempatkan prinsip kemanfaatan (terutama untuk mencapai kepentingan pribadi) di atas segalanya.
Machiavellian menganggap diri mereka sebagai manipulator ulung daripada orang lain, walaupun belum tentu kecerdasan emosional yang dimilikinya sekuat yang mereka pikirkan.
Machiavellian relatif berhasil dalam karir mereka, terutama ketika mereka bekerja di lingkungan kerja yang kurang terstruktur, atau kurang terorganisir. Jika struktur organisasi meningkat, keberhasilan mereka tampak cenderung menurun. Mereka belum tentu tidak disukai oleh orang lain, tetapi mereka tidak akan sungguh berhasil dan bertahan lama jika masuk dalam bidang politik, karena secara pribadi tidak pernah benar-benar disukai orang-orang di sekitarnya.
Machiavellian cenderung mudah menipu, berbohong, dan mengkhianati orang lain. Akan tetapi, mereka jarang/tidak terlibat dalam bentuk kriminalitas atau perilaku antisosial berat.
Narsisme (Narcissistic)
Narsis melihat dirinya lebih tinggi dan merendahkan orang lain di sekitarnya, sering diikuti dengan kesombongan yang ekstrim, fokus pada diri dan abai pada orang lain, arogansi, dan merasa berhak mendapatkan perlakuan lebih dari yang lain.
Narsis akan tampil meyakinkan dalam berjuang mendapatkan pencapaian positif, seperti: Â status sosial yang tinggi, posisi kepemimpinan, popularitas jangka pendek, dan kesuksesan kawin-relasi intim jangka pendek tapi gagal mempertahankan komitmen jangka panjang.
Sisi negatifnya juga muncul seperti: kerentanan atas isu tertentu yang bisa mengancam ego/personanya, kurangnya/tidak adanya integritas, serta perselingkuhan dan penelantaran dalam relasi intim.
Narsisme juga sering menunjukkan cara pandang yang berlebihan atas kemampuan diri, memiliki fantasi kontrol, merasa mampu dan sukses, dan merasa dikagumi oleh orang banyak; dimana cara pandang narsis ini hadir dan diperkuat oleh orang lain yang ada di sekitar narsis.
Kebanyakan pendekatan psikologi berusaha membedakan antara ego sehat yang penuh dengan kepercayaan diri, dan ego tidak sehat dengan narsisisme atau cinta diri.
Narsis sering melebih-lebihkan pretasi yang pernah dicapainya, tidak menyukai kritik, menolak untuk berkompromi, dan hanya menjalin hubungan interpersonal dan romantis dengan orang-orang yang mengagumi mereka.
Narsis juga akan menampilkan sikap arogan, kasar, dan secara umum kurang menyenangkan. Narsisisme, dalam beberapa kasus, terkait dengan agresi, hal ini terjadi biasanya karena narsis mengalami tantangan berupa kritik atau feedback negatif. Narsis akan menjadi kasar ketika egonya merasa terancam, misalkan: dikecam secara publik atau dikritik, maka narsis akan cenderung untuk merespon secara agresif.
Psikopati (Psychopathy)
Psikopati, ditandai dengan: ketidakpedulian pada orang lain serta norma sosial untuk, impulsif, dan kurangnya/tidak adanya rasa bersalah atau penyesalan ketika melakukan perilaku yang merugikan orang lain.Â
Secara sosial, mereka sering tampil sebagai orang yang terkesan profesional, meyakinkan dan karismatik. Namun, secara emosional dangkal, terfokus melulu pada pikiran dan tujuan pribadi sehingga mereka sulit menempatkan diri serta memahami pikiran dan perasaan orang lain.
Psikopat juga sering menerapkan gaya hidup parasit (menggunakan pasangan atau orang lain untuk menyediakan kebutuhan hidupnya), dan terlibat dalam berbagai kejahatan untuk mencapai tujuan mereka.
Penelitian psikologi juga menemukan bahwa karakter psikopati bisa muncul pada orang yang memiliki keyakinan bahwa ia cakap secara sosial (misalnya, merasa memiliki keterampilan sosial dalam menggunakan pesona untuk menghindari kemarahan yang lain).Â
Impulsif non-konformis (misalnya, terkesan berani karena selalu mempertanyakan figur otoritas walau tidak memiliki alasan yang jelas) , merasa kebal dari stres (misalnya, merasa memiliki kemampuan untuk tetap tenang ketika orang lain tidak bisa), dan kurang berperasaan, dingin secara emosional, dan tidak empatik (misalnya, ketidakmampuan atau keengganan untuk mengalami hasrat/minat pada orang lain).
Seperti narsisme, psikopati awalnya dianggap hanya sebagai gangguan klinis (gangguan kepribadian antisosial), tapi dari penelitian psikologi yang lebih baru diketahui bahwa psikopati dapat ditemukan pada populasi pada umumnya/non-klinis.Â
Psikopati juga sering ditemukan terkait dengan perilaku permusuhan seperti kecurangan akademik atau plagiarisme; menggunakan orang lain secara eksploitatif, strategi kawin atau relasi intim jangka pendek; dan suka mengakses media yang menyajikan informasi kekerasan eksplisit, atau isu-isu antisosial.
Sadisme sehari-hari (everyday sadism)
Kebanyakan orang akan merasakan susah atau emosi negatif (sedih, takut, bersalah) setelah menyakiti orang yang tidak bersalah. Namun bagi individu dengan karakter sadisme, melakukan kekejaman justru memberi kenikmatan dan perasaan bersemangat. Menyakiti orang lain adalah pengalaman menyenangkan, menarik, bahkan mungkin bisa meningkatkan hasrat seksualnya.Â
Oleh karena itu, alih-alih ingin meringankan penderitaan orang, seorang sadis malah mencari peluang untuk meneruskan kekejaman, kebrutalan dan memperpanjang penderitaan orang lain.
Penelitian psikologi menemukan bahwa sadisme muncul sebagai kontinuum, dimana di kutub adaptif muncul karakter kepribadian sadis sebagai individu yang berkemauan keras dan tegas, sedangkan di kutub maladaptif ekstrim adalah individu yang mendominasi, sangat agresif, dan bersikap menyerang.
Karakter sadis adaptif digambarkan sebagai individu yang selalu mendorong diri untuk membuktikan kemampuan mereka, bekerja keras, berorientasi pada tujuan, kompetitif, dan sebagai berfungsi terbaik di posisi kepemimpinan atau ketika bekerja mandiri.
Namun perlu dipahami, pada masa kini, kenikmatan yang didapat dari menyaksikan penderitaan orang lain mulai banyak terjadi di populasi orang biasa. Hal ini terjadi karena pengaruh media, film kekerasan, olahraga brutal, video game dengan konten kejam, dan insiden kebrutalan polisi dan militer di sosial media.Â
Games yang memberikan kenikmatan karena menyerang orang lain bisa memberikan dampak ketergantungan. Hal inilah yang menyebabkan sadisme bukan hanya dilihat sebagai gangguan seksual atau kejahatan berat, namun sebagai karakter sadisme sehari-hari.
Karakter gelap dan kejahatan
Berbagai penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa karakter kepribadian gelap terkait dengan berbagai perilaku negatif. Machiavellian, misalnya, lebih mungkin untuk membalas dendam terhadap orang lain, dan sering berbohong pada teman-temannya.Â
Narsis, akan menjadi lebih sering bersikap bermusuhan dan agresif ketika ego mereka terancam, dan hubungan intim dengan pasangan akan cenderung bermasalah karena sikap egois dan perselingkuhan yang dilakukannya. Psikopati juga sering dikaitkan dengan berbagai bentuk kriminalitas, termasuk kekerasan seksual dan pembunuhan.
Karakter gelap manusia ini bersifat merusak, namun dalam realitasnya, hal ini telah dan masih terjadi dalam kehidupan sosial manusia. Kajian Psikologi Evolusi menilai bahwa karakter gelap memiliki fungsi dan peran dalam adaptasi spesies manusia.Â
Karakter kepribadian gelap berkembang di konteks adaptasi sosial manusia, dimana karakter gelap menawarkan cara-cara untuk menyelesaikan persoalan sosial, seperti: mendapatkan status sosial, mengamankan posisi sosial dalam kelompok, dan memperkuat akses ke pasangan intim.
Secara alamiah, sebagian orang berjuang memecahkan persoalan sosial tersebut melalui cara-cara prososial (yang diterima oleh masyarakat), seperti berupaya untuk menjadi individu yang menyenangkan dan peka pada orang-orang di sekelilingnya; namun ada pula yang memilih menggunakan strategi permusuhan sosial, yang dilakukan oleh individu dengan karakter gelap.
Individu dengan karakter Machiavellian yang kuat tidak peduli akan hak pribadi orang lain dan berpandangan bahwa orang lain akan mudah ditipu; inilah yang menyebabkan munculnya perilaku manipulatif.Â
Orang dengan karakter gelap narsisisme kuat memandang dirinya lebih dari orang lain, ditambah lagi dengan delusi kemegahan diri, akibatnya menciptakan keinginan untuk terus-menerus mempromosikan diri dan mencari perhatian dari orang sekitarnya.Â
Juga berbahaya adalah manusia dengan karakter psikopati yang kuat, karena ia akan cenderung mengabaikan norma-norma sosial demi mencapai tujuan pribadinya, akibatnya ia dapat melakukan perilaku antisosial tanpa perasaan bersalah.
Paulhus dan Williams (2002) menyatakan bahwa semua karakter gelap ini tergolong jahat dan dapat secara langsung berdampak negatif di perilaku sosial.
Masyarakat perlu memahami, mengidentifikasi dan menempatkan manusia dengan karakter gelap secara tepat dalam lingkungannya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi dan mencegah kemungkinan kerugian lebih besar yang dapat dilakukan oleh orang dengan karakter gelap.
Selain itu, identifikasi bisa juga digunakan sebagai bahan pertimbangan intervensi dan rehabilitasi bagi orang-orang dengan karakter gelap di masyarakat. Orang-orang dengan karakter gelap sebaiknya dipertimbangkan secara berhati-hati agar tidak mengambil posisi atau bekerja di sektor tertentu.Â
Misalkan, seorang dengan karakter psikopat yang kuat sebaiknya tidak bekerja di bidang pelayanan sosial, atau Machiavellian sebaiknya tidak mengelola kekuasaan sendirian atau Narsis dan Sadis sebaiknya tidak bekerja dengan orang yang berpotensi menjadi korbannya.
Terakhir, masyarakat juga perlu belajar strategi berhadapan dengan orang-orang dengan karakter gelap serta bersama-sama bergerak untuk mendukung perubahan orang-orang dengan karakter gelap untuk menjadi lebih adaptif.
Referensi:
- Buckels, E. E., Jones, D. N., & Paulhus, D. L. (2013). Behavioral confirmation of everyday sadism. Psychological Science, 24, 2201-2209.
- Paulhus, D. L., & Williams, K. M. (2002). The Dark Triad of personality: Narcissism, Machiavellianism and psychopathy. Journal of Research in Personality, 36, 556--563. doi:10.1016/S0092-6566(02)00505-6
- Chabrol, H., Van Leeuwen, N., Rodgers, R., & Sjourn, N. (2009). Contributions of psychopathic, narcissistic, Machiavellian, and sadistic personality traits to juvenile delinquency. Personality and Individual Differences, 47, 734--739. doi:10.1016/j.paid.2009.06.020
- Artikel serupa dengan referensi akademik lebih lengkap telah dipublikasi oleh penulis di website Psikologi Forensik yang dikelolanya
Oleh: Margaretha
Pengajar Psikologi Forensik di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya
Payung penelitian Kekerasan dan pengembangan alat ukur karakter gelap manusia (tahun 2017-2018)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H