Mohon tunggu...
ruangduniaku
ruangduniaku Mohon Tunggu... Lainnya - Sepatah kata yang terlintas dalam benak

Menuangkan sebuah fiksi bukan hanya sekedar imajinasi namun suatu yang di dalamnya akan terdapat pelajaran yang tak terduga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepucuk Harap Arsya by Fujiatun Nur Istiqomah

31 Oktober 2023   17:17 Diperbarui: 31 Oktober 2023   21:42 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kemarin Anton tersesat, namun karena didikan Aisyah pada kedua putra- putri kami membuat Anton sadar bahwa ilmu agama itu sangat penting untuk membentuk karakter seseorang. Jadi, Anton ingin menitipkan putri Anton disini supaya dia menjadi seorang yang berilmu dan bisa mewujudkan cita-cita ibunya." Arya dan Arsya tersentak dengan pernyataan Anton terhadap seorang tua itu. Air mata Arsya meleleh dengan deras, tak menyangka ayahnya berubah dalam satu malam. Sungguh Allah Maha Membolak-balikan hati manusia. Ia sangat senang karena harapannya dan harapan ibunya akan segera terwujud. Ia akan melanjutkan perjuangan ibunya, dan ia akan menjadi seorang santri yang berilmu. Ia sangat mengidam-idamkan hal itu sedari dulu dan hal itu akan benar-benar terwujud.

Dalam hatinya, Arsya tak lupa bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada ibunya yang selalu mendukungnya walau sudah tak beraga lagi. Setelah kesakitan yang ia lalui dan entah berapa banyak air mata yang tumpah dari mata tedunya. Kini, perasaan bahagia telah hinggap di hati Arsya yang kemudian mendekap ayahnya dengan sangat erat. Ingin rasanya ia berteriak sekencang- kencangnya, namun ia menyadari tempat ini bukanlah tempat yang pas untuknya mengeluarkan jeritan dan keluh kesahnya. Sepulang nanti di rumah, ia akan bersimpuh di atas sajadah kesukaannya dan bercerita semuanya kepada Allah Yang Maha Pencipta.

Sebelum menetap di pesantren, Anton dan kedua putra-putrinya mengunjungi tempat istirahat istrinya dan ibu dari kedua anaknya. Anton menangis sejadinya dan meminta maaf karena kesesatannya selama ini. Arya pun demikian, dalam hatinya ia bersyukur karena ayahnya sudah kemballi seperti dulu, ayah yang dipenuhi dengan kasih sayang. Berbeda dengan Arsya, ia tersenyum lebar, hanya karena wasiat dari almarhum ibunya itu ayahnya dapat berubah. 

Arsya pun berpikir, mengapa tak sedari dulu ia mengutarakan wasiat almarhum ibunya itu. Ia hanya bisa tertawa karena takdir Allah itu sangat tak terduga. Dan yang terpenting untuknya sekarang adalah bagaimana caranya ia akan beradaptasi di tempat terindah yang Arsya kenal itu, ya tempat itu adalah Pondok Pesantren.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun