Mohon tunggu...
Rhillaeza Mareta
Rhillaeza Mareta Mohon Tunggu... -

MaretAkhir. Hijau. Cinta Indonesia & Angin Sore. MC. Tentor Bahasa Indonesia. Sastra Indonesia UI '09. Anggota JaMes(remaJaMesjid) :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Aku Anak Seorang Pelawak"

2 Maret 2012   16:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:36 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Terserah kamu mau bilang apa, tapi intinya, saya kagum dengan ayahmu. Tak pernah saya melihat seorang ayah yang begitu bangga dan sayang terhadap putrinya seperti ayahmu. Saat bertemu saya pertama kali, ia bercerita bahwa ia memiliki putri yang usianya sama dengan saya. Ia juga bercerita kalau putrinya itu amat sayang dan bangga padanya. Kata Bapak, ia amat bersyukur kepada Tuhan karena dianugerahi seorang putri yang selalu mendukungnya dan tak pernah merasa malu dengan profesi ayahnya. Ia juga berkata bahwa semua yang ia lakukan selama ini adalah demi putrinya. Saya menjadi iri. Andai saja ayah saya dapat berlaku seperti Pak Wardono, pasti kehidupan yang saya jalani akan jauh lebih menyenangkan,” kisah Randi padaku. Kontan aku menjadi beku.

“Kamu kenapa? Saya salah bicara ya? Hmh, tapi kamu beruntung, ayahmu seorang pelawak, bukan seorang jendral seperti ayah saya. Setiap hari saya dididik untuk menjadi orang yang tegas. Tak pernah ayah saya bersikap santai. Jika saya melakukan kesalahan sedikit saja, bentakan, bahkan tak jarang pukulan harus saya terima. Oiya, ini ada sedikit oleh-oleh. Ketika di pesawat kemarin, saya sudah janji sama ayahmu untuk membawakan batik. Ini saya coba pilihkan batik terbaik. Mungkin tidak mahal dan tidak mewah, tapi semoga pas dan ayahmu suka ya. Saya pamit dulu.”

Randi kemudian berlalu dengan cepat. Dalam kesendirianku saat itu aku merasa telah menjadi anak yang paling jahat, kejam, dan  durhaka kepada ayahnya. Begitu mulianya hati ayah menganggapku sebagai anak terbaik yang ia miliki, tetapi aku? Aku selalu malu akan profesi ayahku. Tak terasa langit telah berganti menjadi kelabu. Malam ini aku akan minta maaf kepada ayahku.

***

Hubunganku dan ayah perlahan kian membaik. Aku kini tak peduli dengan perkataan orang mengenai ayah, kuanggap semuanya sebagai pujian. Ayahku juara, pelawak nomor satu yang pernah kutahu.

Siang ini aku bersama teman-teman sejurusanku akan mengikuti lomba pementasan drama tingkat fakultas. Drama yang akan kami pentaskan adalah drama komedi, “Opera Ondel-ondel” judulnya. Selama sebulan terakhir aku sering berdiskusi kepada ayah. Ayah begitu senang ketika mendengar kabar bahwa aku turut serta dalam perlombaan itu. Ayah tak kuberitahu tentang peranku. Aku ingin memberikan kejutan padanya bahwa aku akan membawakan peran utama, yaitu peran sebagai manusia ondel-ondel.

Satu jam lagi aku dan kawan-kawan akan mementaskan drama kami. Kami semua sudah siap dengan dandanan coreng-moreng yang diharapkan dapat menggelitik penonton. Sebelum menitipkan telepon genggamku kepada panitia, aku mengirimkan pesan singkat terlebih dahulu kepada ayah yang sudah berjanji akan menyaksikan penampilanku siang ini.

Ayah, aku dkk akan tampil kurang dr 1 jam lg ya.. Ayah jangan sampai terlambat ya, Yah..Mungkin ini sms-ku yang terakhir karena handphone-ku harus kutitipkan pd panitia. Doakan aku ya, Ayah J

Tak lama kemudian, balasan pesan singkat dari ayah kuterima.

Sedan ayah tadi mogok, Nak, jadi ayah baru berangkat sekarang. Semoga sukses pementasannya! Ayah akan berusaha untuk datang tepat waktu dan menontonmu di barisan paling depan. Maafkan ayah ya, Rara. Jaga dirimu baik-baik..Ayah selalu mendoakanmu.”

Seperti biasa, selalu saja ada kejadian yang aneh-aneh. Dulu ayah pernah membuatku jadi panik karena lupa mengambil uang pendaftaran kuliahku di bank sebab terlalu asyik main catur dengan tetangga sebelah rumah. Sekarang mobil mogok. Semoga ayah tidak terlambat kali ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun