Dari bentrok tersebut beberapa orang menjadi korban dengan luka sabetan senjata tajam. Buntutnya masing-masing kelompok kembali saling serang sehingga sempat menghambat aktifitas masyarakat di daerah Babarsari, Yogyakarta.
Melihat kiriman foto korban, aduh sungguh seram dan banyak narasi-narasi yang kesannya sungguh mencekam, seolah-olah Yogyakarta sedang terjadi kerusuhan besar.
Kota Pelajar apakah Relefan Label Tersebut?
Inilah pertanyaan utama, apakah masih relefan label Kota Pelajar disematan pada Yogyakarta?
Saat awal masuk kuliah di tahun 2011, Yogyakarta dipilih karena alasan kondisinya yang aman, nyaman dan tentram.
Saat itu mencari kos-kosan bukan pekerjaan sulit karena pemilik kosan menerima para pendatang dengan tangan terbuka.
Mahasiswa yang menghabiskan malam mingguan dengan jalan-jalan di Alkid (Alun-Alun Kidul Kraton Yogyakarta), Malioboro, family karaoke, dan kafe-kafepun tidak dihantui dengan suasana mencekam.
Tapi akhir-akhir ini suasana tersebut seolah-olah mulai pudar. Peristiwa pembacokan jalanan yang dikenal dengan sebutan "klitih" (bukan klitih dalam pengertian asli bahasa Jawa), pengeroyokan dan yang paling anyar bentrok dua kelompok di Babarsari seakan-akan membaurkan citra Yogyakarta sebagai Kota Pelajar.
Kota Pelajar umumnya merupakan kota dengan berbaurnya para pelajar yang study di kota tersebut. Pelajar punya kesan terpelajar, pemikir, cukup dewasa dan bijak serta mampu mengontrol emosi dan mengedepankan diskusi ketimbang kekerasan.
Perlu dipertanyakan ulangkah label tersebut?