Gunung Merapi memang memberi keberkahan untuk penduduk yang ada di sekitarnya. Pengayaan kembali mineral-mineral penting bagi kesuburan tanah serta material pasir yang dimuntahkannya seperti memberi angin segar untuk petani dan juga para penambang pasir.
Wilayah Magelang misalnya, pasir Merapi merupakan produk andalan untuk menambah jumlah PAD, serta menjadi usaha yang menyerap banyak tenaga kerja di kabupaten tersebut.
Tak bisa dipungkiri bahwa banyak orang menggantungkan nasib dan keberlangsungan kehidupan keluarga mereka dari aktitifitas penambangan pasir akan tetapi di sisi lain, aktivitas tersebut juga menimbulkan kerusakan lingkungan.
Tulisan ini mengulas tentang apa saja potensi ancaman kerusakan lingkungan yang terjadi ketika suatu daerah kurang memberi kontrol terhadap aktivitas penambangan pasir. Seperti apa potensi ancaman tersebut?
Potensi Longsor
Beberapa wilayah pertambangan pasir berada di kawasan bahaya gerakan tanah dengan tingkat erosi yang tinggi.
Erosi punya kaitan dengan istilah erodibilitas yaitu faktor pekanya tanah terhadap aktivitas penglepasan maupun pengangkutan di mana sifat-sifat tanah turut berpengaruh.
Selain sifat-sifat tanah, faktor lain seperti topografi, kemiringan lereng serta kegiatan manusia juga dapat menyebabkan erosi terjadi.
Pada umumnya wilayah yang memiliki tingkat erosi tinggi jarang sekali terlihat aktivitas konservasi lahan disitu.
Akibatnya ancaman longsor akan sangat besar dan membahayakan masyarakat sekitar. Dalam beberapa kasus misalnya, ditemukan pemiliki lahan di sekitar wilayah penambangan terpaksa menjual tanahnya karena khawatir dengan bencana longsor.
Selain ancaman longsor, wilayah penambangan akan dihadapkan dengan kesulitan ketersediaan air.
Menurunnya Ketersediaan Air
Tanah memiliki pori makro dan mikro, umumnya makro diisi udara sedangkan mikro diisi air.
Ketika tanah dirusak dan ditambang pasirnya, tanah akan kehilangan kemampuan menahan air, akibatnya runoff atau aliran permukaan sulit dicegah.
Rusaknya struktur tanah akibat aktivitas penambangan ditambah dengan minimnya tindakan konservasi menyebabkan tanah kehilangan kemampuan menampung air.
Saat musim kemarau tiba, bisa dipastikan masyarakat sekitar akan kesulitan mendapati mata air sebaliknya saat musim hujan, banjir dan longsor menjadi kekhawatiran sendiri.
Berkurangnya kemampuan infiltrasi, serta Penurunan Penyerapan AirÂ
Saat aktivitas penambangan pasir semakin intens diikuti pula dengan tingginya erosi yang menyebabkan partikel-partikel tanah mudah terbawa air.
Erosi menyebabkan struktur tanah rusak sehingga pori-pori tanah menjadi kurang kemampuannya. Hal tersebut membuat kapasitas infiltrasi atau masuknya air melalui permukaan tanah secara vertikal menurun diikuti derasnya aliran permukaan atau runoff.
Kalau demikian maka banjir dan longsor sulit dihindari.
Sekalipun beberapa potensi tersebut mengancam lingkungan secara umum, namun penambangan pasir masih menjadi primadona masyarakat sekitar.
Bagaimana persepsi masyarakat?
Orang awam tentu kurang mengetahui dampak jika tidak diberikan pemahaman, karena secara umum masyarakat masih menggantungkan hidup dari aktivitas tersebut.
Penambangan pasir dianggap memberi keuntungan tersendiri untuk msayarakat karena hasilnya diterima setiap hari.
Jadi jangan heran kalau masih banyak orang menempatkan aktivitas ini sebagai sumber pemasukan utama minimal untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebab dalam tulisannya, Yudhistira (2011) menemukan bahwa aktivitas penambangan pasir menyerap banyak tenaga kerja diantaranya tukang coker dengan upah pada kisaran Rp. 10.000-12.000/ truk dengan minimal giliran 2-3 kali.
Dengan upah yang lumayan tersebut, tentu banyak orang tertarik untuk menggeluti profesi ini, apalagi jika siangnya bekerja sebagai petani, dan selanjutnya di malam hari menjadi penambang atau buruh tambang (coker).
Untuk itu dengan maraknya aktivitas penambangan pasir, beberapa wilayah yang mengandalkan PAD dari aktivitas tersebut perlu memetakan zona-zona pertambangan sesuai deposit bahan tambang serta menjadi penting untuk memperhatikan sisi ekologis.
Selain itu karena sumberdaya alam yang terbatas, ada saatnya deposit bahan tambang akan habis, untuk itu diperlukan pemberdayaan masyarakat guna mengantisipasi ketergantungan masyarakat terhadap aktivitas pertambangan yang sewaktu-waktu akan habis.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H