Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Teknologi Membran untuk Pengolahan Air Limbah (?)

2 Juni 2022   12:45 Diperbarui: 2 Juni 2022   22:39 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafikal abstrak pengolahan air limbah tekstil/Sumber: ars.els-cdn.com

Komsumsi air tahunan industri tekstil diperkirakan hampir mencapai 93 miliar meter kubik. Dari jumlah tersebut 4 persen airnya bersumber dari persediaan air tawar.

Air tawar yang diambil kemudian diberi perlakuan zat warna yang mengandung bahan kimia sehingga sebagai produsen tekstil, banyak negara dihadapkan dengan permasalahan polusi air dan potensi kelangkaan air tawar.

Untuk memperoleh kualitas air yang baik sebelum dilepas ke lingkungan, maka industri tekstil di Indonesia diwajibkan memenuhi standard baku mutu air sesuai dengan Permen KLHK No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.

Aturan tersebut difokuskan kepada beberapa parameter yang konvensional seperti BOD, COD, dan TSS tetapi dalam pengolahan limbah dalam hal ini limbah tekstil, patokan standard konvensional dalam Permen tersebut belum menjamin kualitas air dapat dipakai kembali atau didaur ulang.

Hal tersebut karena effluent (air buangan) tekstil yang tercemar tinggi harus melalui serangkaian pengolahan lanjutan sebelum nantinya didaur ulang.

Bagaimana perlakuan terhadap limbah sebelum dilepas ke lingkungan ? Seperti apa pengolahannya ?

Grafikal abstrak pengolahan air limbah tekstil/Sumber: ars.els-cdn.com
Grafikal abstrak pengolahan air limbah tekstil/Sumber: ars.els-cdn.com

Gambaran Pengolahan Air Limbah Tekstil

Pengolahan air limbah tekstil atau wastewater textile dewasa ini merupakan metode yang dikembangkan bertahun-tahun, melalui serangkaian try and error dengan pendekatan beragam disiplin ilmu sehingga menghasilkan beberapa teknik pengolahan.

Teknik pengolahan air limbah yang umumnya dikenal terdiri dari sedimentasi, ekualisasi, dan flukolasi.

Ketiga teknik tersebut dipakai di seluruh dunia untuk pengolahan limbah, hanya saja untuk biaya operasional, instalasinya memerlukan biaya yang berbeda antara wilayah yang satu dengan yang lain.

Di Indonesia sendiri, sistem management air limbah tekstil umumnya hanya dimiliki oleh industri garmen, sementara industri dengan skala usaha mikro, kecil, menengah semisal usaha tenun tradisional dan batik, masih banyak wilayah yang belum menerapkan pengolahan limbah tekstil komunal.

Padahal dalam proses menenun, membatik, ada pewarnaan dengan mencelupkan kain ke dalam larutan pewarna atau dyeing dimana pewarna yang digunakan merupakan pewarna sintetis yang bahan aktifnya berasal dari zat kimia.

Pada umumnya limbah industri yang menerapkan proses dyeing memerlukan penanganan yang ekstensif dibanding industri percetakan atau pencucian sebab proses tersebut dilakukan beberapa kali dengan komposisi warna sintetis yang berbeda-beda takarannya untuk mendapatkan warna yang diinginkan.

Proses pengolahan air limbah tekstil dimulai dengan pengolahan primer, dimana penyaringan dan sedimentasi limbah padat dan kontaminan yang ukurannya lebih besar dalam limbah dihilangkan.

Perlakuan atau pengolahan primer ini berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi Total Suspended Solids (TSS) atau total padatan tersuspensi dimana TSS merupakan padatan yang terdapat dalam suatu larutan atau fluida.

Dari pengolahan primer, selanjutnya effluent akan diarahkan menuju proses pengolahan sekunder sehingga dalam pengolahan ini boleh dikatakan terjadi proses pemurnian lanjut melalui oksidasi.

Dalam industri tekstil, ada metode pengolahan secara biologis yaitu menggunakan lumpur aktif. Effluent dicampur dengan udara dan lumpur yang mengandung bakteri, kemudain bakteri dalam lumpur akan bekerja memakan bahan-bahan berbahaya dan menghasilkan limbah yang harmless di lingkungan.

Proses biologi ini cukup efektif dengan tingkat kehilangan bahan organik sekitar 85 persen. Jadi, bahan organik yang dapat membahayakan lingkungan sebanyak 85 persen, dimakan bakteri sehingga hilang dalam limbah.

Setelah selesai ditreatment dalam pengolahan sekunder, selanjutnya hasil treatment sekunder dialirkan untuk dilakukan pengolahan tersier. Dalam proses ini zat-zat warna tersisa yang non-biodegradble serta senyawa-senyawa kimia lainnya akan diadsorpsi dengan menggunakan karbon aktif dan ozonasi.

Karbon aktif adalah zat yang  dapat menyerap racun-racun berbahaya bagi lingkungan. Karena kegunaannya tersebut, dalam industri tekstil, karbon aktif digunakan untuk menyerap racun-racun sisa yang berpotensi membahayakan lingkungan yang terkandung dalam air limbah tekstil.

Air yang diolah lewat serangakain proses pengolahan tadi kemudian dapat digunakan kembali dalam industri tersebut akan tetapi menggunakan kembali air olahan limbah ini harus memenuhi kualitas yang mirip dengan air tawar yang bersih.

Hanya saja dalam beberapa kasus, pengolahan limbah dengan ketiga metode pengolahan tadi, belum mampu memenuhi standar kualitas air bersih. Jika industri ingin menggunakan kembali air hasil olahan, mereka memerlukan pengolahan lanjutan selain pengolahan standar tadi.

Seperti apa pengolahan lanjutan itu ?

Grafik prinsip dasar dari filtrasi membran/by Rafi Singh/Sumber: www.researchgate.net
Grafik prinsip dasar dari filtrasi membran/by Rafi Singh/Sumber: www.researchgate.net

Sistem Membran, Teknik Lanjutan Daur Ulang

Sistem membran merupakan teknik lanjutan yang telah digunakan dalam dekade terakhir. Proses filtrasi membran dengan tekanan tinggi mampu menghilangkan padatan tersuspensi dan terlarut.

Terdapat empat membran yang dikelaskan berdasarkan ukurannya dalam sistem membran ini yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis. Dengan reverse osmosis, hampir 90 persen COD dapat dihilangkan, setelah air limbah mampu melewati tiga sistem membran sebelumnya.

Dilema Teknik Sistem Membran Dalam Pengolahan Air Limbah

Sekalipun teknik ini memiliki kemampuan mengurangi cemaran dalam air limbah, namun dari segi ekonomi, teknik tersebut membutuhkan investasi yang sangat besar sehingga tantangan utama dari teknik ini terletak pada teknologi dan kelayakan ekonomi.

Selain tantangan ekonomi, sistem ini merupakan sistem yang membutuhkan banyak energi listrik, sementara di sisi lain, kebutuhan energi sejalan dengan kebutuhan bahan bakar.

Selain itu, karena rentan terhadap zat pengotor yang berpeluang menyumbat pori-pori membran yang ukurannya sangat kecil, dibutuhkan perawatan yang intensif yang berhubungan dengan SDM yang mumpuni.

Sehingga jika diterapkan di Indonesia misalnya, hal tersebut merupakan tantangan terbesar karena keterbatasan yang masih dimiliki Indonesia dalam hal suplai energi listrik dan juga tenaga-tenaga terampil untuk mengoperasikan teknologi ini.

Dengan demikian, adopsi teknologi baru dimungkinkan jika dari segi kemampuan finansial dan SDM yang terampil sudah terpenuhi. Di lain sisi limbah tekstil dengan metode konvensional masih mungkin memenuhi standar yang ditetapkan, asalkan dalam pengolahannya dilakukan dengan SOP yang dipatuhi.

Sebab air yang digunakan sekitar 80 persennya terbuang ke lingkungan, dalam bentuk air yang sudah tercemar (WWF 2019)

Referensi :

[1],[2],[3],[4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun