Setelah doa dan pembacaan shalawat, zikir dan tahlilan tadi, para pemuda dibagi menjadi dua kelompok nantinya akan mengenakan ikat kepala. Kelompok pertama menggunakan kaeng berang merah dan kelompok lainnya menggunakan kain putih.
Selain kaen berang, para pemuda tadi akan menggunakan celana pendek dan tanpa memakai baju. Alat yang nanti digunakan untuk bakupukul adalah sapu lidi yang terbuat dari lidi daun pohon aren atau enau.
Sebagai tanda memulai acara, suling akan dibunyikan dan obor Kapitan Telukabessy dinyalakan. Setelah tanda-tanda tersebut dibunyikan dan dinyalakan, maka setiap anggota kelompok bergantian akan berdiri di tengah lapangan.
Anggota dua kelompok ini akan berdiri berhadapan dan saling memukul dengan sapu lidi bergantian dengan catatan, batas pukulan hanya pada area dada sampai perut.
Kira-kira yang dipukul ini menghindari pukulan atau tidak ? Jadi, secara bergantian mereka akan tetap bakupukul tanpa berusaha menghindar. Pemukul akan memukul dengan sapu lidi, sementara yang dipukul akan berdiri dengan kedua tangan diangkat sejajar telinga.
Pemukul akan memukul dengan sungguh-sungguh, sementara yang dipukul akan tetap berdiri dengan posisi tersebut.
Bisa dibayangkan luka bekas sayatan lidi yang halus mengeluarkan titik-titik darah pada sekujur tubuh. Perih, dan sakit pastinya akan dirasakan oleh penonton dan orang awam, namun bagi pelaku tradisi, hal ini adalah hal yang biasa, dipicu oleh adrenalin yang timbul, kemungkinan rasa sakit yang dirasa tidaklah seberapa dan bagi palaku tradisi, tentu mereka akan merasa senang dan bahagia menjadi bagian dari tradisi leluhur yang sudah ada sejak abad ketujuh belas ini.
Ritual Pengobatan
Ritual pengobatan setelah badan penuh luka, dilakukan dengan mengoleskan minyak nyualaing matehu. Minyak ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Mamala, sehingga dalam tulisannya, Sulaeman (2019) menyebutkan minyak tersebut tidak diperjual belikan serta dalam membuatnya tidak boleh dilakukan pungutan biaya.
Minyak ini merupakan sarana pembersihan diri melalui doa yang dipanjatkan agar proses penyembuhan berjalan dengan cepat. Minyak ini juga merupakan amalan yang diperoleh dari garis keturunan Imam Tuni yang berjasa dalam pendirian Masjid pertama di desa Mamala, Leihitu, Maluku Tengah.