Baru-baru ini terjadi fenomena alam, di mana serangan hama belalang secara besar-besaran mengancam usaha pertanian warga Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Membludaknya populasi belalang kembara disinyalir merupakan dampak dari perubahan iklim secara global.
Makhluk hidup pada umumnya dalam siklus hidup sangat memerlukan tempat tinggal, dan kecukupan makanan. Sehingga meledaknya populasi hama tersebut berpotensi mendatangkan bencana gagal panen untuk para petani.
Locusta migratoria manilensis Meyen
Belalang kembara (Locusta migratoria manilensis) memiliki tiga fase populasi yaitu soliter, transisi, dan gregarius.
Soliter adalah fase dimana populasi mereka rendah, dan cenderung lebih bersifat individu. Dalam bahasa ekonomi, fase ini dikenal dengan istilah di bawah ambang luka ekonomi (economic injury level) dalam artian populasinya belum menyebabkan kerusakan secara ekonomi pada komoditas pertanian.
Transisi merupakan fase dimana populasi perlahan mulai bertambah banyak, dan  mulai membentuk semacam koloni-koloni kecil. Saat ada pada fase ini, seharusnya mulai diwaspadai sebab jika kondisi lingkungan yang menguntungkan maka belalang akan masuk pada fase ketiga yaitu gregarius.
Gregarius merupakan fase dimana populasi kembara meningkat tajam karena koloni-koloni kecil tadi bergabung membentuk kelompok besar, bergerombol, dan merusak total apapun komoditas pertanian yang dilalui mereka. Sebab pada fase ini perilaku mereka menjadi sangat agresif dan rakus.
Transformasi Belalang Kembara
Belalang kembara memiliki ciri-ciri sebagai makhluk hidup. Ciri yang menyebabkan perubahan dari fase soliter sampai gregarius ini adalah kemampuannya untuk bereproduksi.
Reproduksi berhubungan dengan pertambahan populasi mereka. Sehingga faktor utama pemicu proses transformasi ini adalah kepadatan populasi.
Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa kembara Afrika, proses transformasi dari fase soliter ke gregarius terjadi jika populasinya mencapai 2000 ekor/hektar dan proses ini akan diikuti dengan perubahan fisik serta perilaku belalang muda (nimfa).
Jadi, jika di tahap soliter mereka sering keluar pada malam hari, ketika mencapai fase gregarius dengan perubahan fisik yang terjadi pada tubuhnya, menyebabkan perubahan perilaku terbang dari malam ke siang hari dengan daya jangkau terbang yang sangat luas.
Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Populasi Belalang Kembara
Dampak dari perubahan iklim menyebabkan beberapa wilayah mengalami kekeringan yang parah sehingga tanaman dan pepohonan layu, kering dan mati. Akibatnya satwa hutan akan berpindah dan mencari habitat serta sumber makanan yang baru.
Padahal beberapa jenis burung dan satwa lainnya merupakan musuh alami dari hama belalang ini. Karena kehilangan kontrol populasi, maka laju populasi belalang menjadi sangat cepat.
Sementara itu perubahan iklim juga mempengaruhi kehidupan serangga, misalnya jika kondisi kelembaban sesuai, maka kondisi ini dapat menguntungkan bagi serangga karena kebutuhan air untuk tubuhnya terpenuhi.
Pada umumnya, kelembaban udara dapat mempengaruhi pembiakan, pertumbuhan dan perkembangan serangga. Sejalan dengan itu curah hujan juga berperan yang sama dengan kelembaban tetapi perubahan iklim menyebabkan pola curah hujan menjadi berubah.
Hujan secara langsung mempengaruhi populasi belalang, jadi ketika curah hujan cukup tinggi pertumbuhan dan keaktifan belalang terganggu. Hentakan air hujan yang memiliki energi kinetik mampu menahan atau minimal merusak perkembangan dan pertumbuhan belalang.
Akan tetapi perubahan pola curah hujan ini berdampak pada populasi belalang kembara. Misalnya, terjadi peningkatan populasi belalang kembara jika terjadi hujan yang cukup, setelah dalam jangka waktu yang lama tidak terjadi hujan.
Kondisi lingkungan seperti kelembaban yang sesuai, dengan curah hujan yang cukup ditambah periode tidak hujan yang lama memberi kesempatan untuk perkembangbiakan belalang yang pada awalnya sudah terdapat akumulasi telur di dalam tanah.
Pertanyaannya adalah bagaimana para petani mengatasi masalah tersebut ? jawabannya mungkin dengan penggunaan pestisida.
Terlihat merupakan cara jitu tetapi penggunaan pestisida tidak menjawab inti permasalahan yaitu kepadatan populasi. Sehingga diperlukan tindakan pengendalian dan pencegahan ledakan yang efektif dengan mempertimbangkan banyak faktor terutama faktor lingkungan.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H