Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

Isu Ketahanan Pangan dalam Agenda G20 Pilihan Tepat!

22 April 2022   06:11 Diperbarui: 23 April 2022   13:01 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
G20 adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. Sumber: Kompas.com

Pemanasan global merupakan isu lingkungan yang masih menjadi perhatian banyak pihak. Masalah iklim global serta akibat yang ditimbulkan secara tidak langsung meningkatkan persaingan terhadap sumberdaya yang terbatas seperti tanah, air dan pangan.

Perubahan iklim bukanlah satu-satunya faktor yang berpeluang mengganggu ketahanan pangan kita sebagai sebuah negara. Terdapat beberapa faktor lainnya yang secara bersama-sama jika tidak dikendalikan mengancam ketahanan pangan.

Apa saja faktor-faktor tersebut ? Bagaimana strategi yang dapat dilakukan untuk menahan laju dampaknya terhadap ketahanan pangan kita ?

Sebelum jauh melihat bagaimana faktor-faktor non iklim mengancam sistem ketahanan pangan, pertama yang harus kita sadari adalah akses terhadap pangan merupakan hak mendasar manusia.

Ilustrasi/by Firdaus Roslan/Sumber:Unsplash.com
Ilustrasi/by Firdaus Roslan/Sumber:Unsplash.com

Pangan Adalah Hak Dasar Manusia

Kebutuhan pangan bukan berarti sekedar makan. Kita harus paham dulu bahwa untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan manusia, makanan itu perlu tetapi bukan sekedar makan. 

Makanan harus melengkapi kebutuhan nutrisi yang diperlukan sebab secara global, terdapat satu miliar orang di seluruh dunia mengalami kekurangan gizi, dua miliar lainnya menderita kekurangan gizi penting dan parahnya lebih kurang enam juta anak meninggal dunia setiap tahun karena penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi.

Menurut Komite PBB untuk Ketahanan Pangan Dunia, Ketahanan Pangan (food security) adalah kondisi dimana setiap orang memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap makanan yang cukup, aman, bergizi, memenuhi preferensi makanan dan kebutuhan diet untuk hidup aktif dan sehat.

Sehingga kecukupan, distribusi yang adil, ketersediaan serta keberlangsungan pangan yang terjamin adalah hak mendasar yang harus dipenuhi bagi setiap manusia.

Kondisi pandemi, tegangnya hubungan negara-negara barat dengan Rusia, kondisi ekonomi global, dan perubahan iklim mengancam pangan global.

Peristiwa-peristiwa tersebut, diikuti penambahan populasi dan kebutuhan serta permintaan pangan berdampak pada kebutuhan sumberdaya bumi yang terus diekplorasi secara habis-habisan.

Ilustrasi Perubahan Iklim/Sumber: www.kemenkeu.go.id
Ilustrasi Perubahan Iklim/Sumber: www.kemenkeu.go.id

Ancaman Terhadap Ketahanan Pangan Global

Pertama, sistem pangan modern dan peningkatan populasi. Pertambahan jumlah penduduk berarti kita akan berhadapan dengan jumlah makanan yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Berarti semakin banyak sumberdaya yang dieksplor sebab sistem pertanian modern Indonesia masih ada pada batas "mengadopsi" belum "memanfaatkan" secara menyeluruh karena terdapat banyak kendala dalam implementasi teknologi modern di sektor pertanian. Konsekuensinya penggunaan saprodi (sarana produksi pertanian; pupuk, benih,"obat-obatan" pertanian), tanah dan air, masih jauh dari kata efisiensi dan efektif untuk memenuhi kebutuhan setiap musim tanam.

Permintaan pangan yang meningkat ini merubah rantai makanan menjadi mesin untuk menghasilkan modal. Dalam artian makanan telah menjadi komoditas bisnis dengan tujuan mendapatkan keuntungan sehingga jika ditarik dalam sistem pangan modern, akses terhadap pangan akan semakin sulit. 

Kenapa sulit ? Sebab akses pangan yang berkualitas dari segi nutrisi hanya dapat diakses oleh sebagian orang yang memiliki kemampuan secara ekonomi. Sisanya mungkin hanya sekedar makan dan kenyang karena keterbatasan untuk mengakses pangan.

Saat ini dalam memproduksi pangan, teknik yang berkembang dan masih digunakan adalah sistem pertanian intensif yang menghasilkan pangan dalam jumlah besar dengan menggunakan pupuk dalam jumlah berlebihan sehingga tanpa sadar ketika kelebihan ini sampai ke laut malah menyebabkan masalah-masalah ekologi di lautan kita, sementara untuk produksi ternak, kelihatannya untuk memenuhi kebutuhan, produksi digenjot secara besar efek buruknya adalah terjadinya pelepasan karbon dari proses pembuangan kotoran ternak ini ke atmosfer sehingga menyumbang faktor pemanasan global.

Kedua, disrupsi rantai makanan. Invasi Rusia ke Ukraina, dan pandemi yang sementara terjadi menyebabkan akses terhadap pangan menjadi terganggu. Perang dan pandemi menyebabkan pasokan pangan menjadi terhambat dan harga-harga kebutuhan pokok meningkat sehingga terjadi tekanan keuangan pada sistem pangan semua negara termasuk Indonesia. Semisal G20 tidak membawa isu ini untuk dicari solusi bersama, maka keadaan "emergency" ini dapat membawa seluruh dunia pada masalah kelaparan dan kekurangan gizi.

Invasi Rusia ke Ukraina berpotensi menyebabkan kelaparan global sebab ternyata Rusia dan negara Uni Eropa merupakan penghasil gandum, dimana sepertiga ekspor gandum global berasal dari kombinasi beberapa negara Uni Eropa dan Rusia. Misalnya di tahun 2021 saja, gandum yang diekspor ke Asia oleh Ukraina sekitar 55% dan importir (pengimpor) terbesar gandum di Asia salah satunya adalah Indonesia.

Sejak invasi Rusia terhadap Ukraina harga gandum naik menjadi 21%. Situasi sulit karena perang dan pandemi ini menyebabkan peringatan dari PBB akan ancaman ketahanan pangan global sehingga sekali lagi, dalam G20 dimana Indonesia merupakan tuan dan nyonya rumah, isu ketahana pangan ini penting untuk dibahas bersama oleh seluruh anggota G20.

Ketiga, perubahan iklim. Efek dari perubahan iklim salah satunya adalah perubahan pola cuaca. Musim kemarau dan hujan yang sering "terjadwal" sering kelewatan dari "jadwal" yang sudah seharusnya. Perubahan iklim juga mengakibatkan bencana longsor, banjir, dan kekeringan sehingga bencana ini turut menyumbang kerusakan terhadap musim panen akibatnya akses dan ketersediaan pangan menjadi terganggu.

G20 Indonesia 2022/Sumber: blue.kumparan.com
G20 Indonesia 2022/Sumber: blue.kumparan.com

Sebagai negara agraris, produksi beras yang merupakan kebutuhan pokok akan sangat tergantung dari kondisi iklim. Ketahanan pangan Indonesia akan menjadi masalah serius karena sudah tertanam dalam benak masyarakat bahwa padi merupakan kebutuhan pokok.

Produksi beras menjadi terganggu sebab lahan padi tergenang banjir. Sekalipun padi merupkan tanaman yang mampu beradaptasi dengan lingkungan air, tetapi perlu diingat bahwa dalam siklus hidupnya, padi tetap membutuhkan ketersediaan oksigen untuk wilayah perakarannya.

Lantas, sebagai tuan rumah, apa yang perlu dilakukan Indonesia untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan ini ?

Ilustrasi Ketahanan Pangan/Sumber:https: guardian.ng
Ilustrasi Ketahanan Pangan/Sumber:https: guardian.ng

Ketahanan Pangan di Masa Depan

Jika dianggap merupakan rekomendasi, maka sebagai tuan rumah Indonesia perlu melakukan beberapa hal untuk menanggapi masalah ketahanan pangan yang disebabkan oleh isu global seperti perubahan iklim dan perang.

Langkah-langkah yang perlu diambil antara lain :

Pertama, untuk melindungi ketahanan pangan, Indonesia perlu mengajak negara-negara G20 untuk memperkuat sistem perlindungan sosial meliputi ketahanan gizi masyarakat dengan cara memberikan porsi perhatian pada wilayah-wilayah yang rawan akan resiko kelaparan dan kekurangan gizi selain itu, perubahan iklim yang ekstrim memiliki resiko untuk merusak produktivitas pertanian sehingga untuk memperlambat perubahan iklim global setiap negara perlu melakukan adopsi terhadap kebijakan yang lebih sustainable, untuk memproduksi dan mendistribusi pangan.

Kedua, Sebagai negara agraris, kita memiliki ketrampilan untuk bercocok tanam. Kelebihan yang kita miliki adalah sebagai "gudang" dari beragam tanaman yang mampu menjadi pengganti sumber karbo utama yaitu padi. Sehingga Indonesia bisa berbagi dan mengajak semua negara untuk melakukan diversifikasi pangan. Selain itu lewat pengalaman pandemi dan perang yang dialami semua negara, saatnya untuk memperhatikan kondisi pangan tiap negara dengan mencukupi kebutuhan dalam negeri terlebih dulu sebelum memilih untuk melakukan impor kebutuhan pangan.

Ketiga, mengajak seluruh negara untuk menekan limbah makanan. Hal ini berkaitan dengan efisiensi produksi pangan sebab limbah makanan ini adalah problem semua negara tentang bagaimana bersikap bijak terhadap makanan yang diproduksi setiap hari. Limbah makanan (food waste) bukan hanya isu, melainkan sebagai penyumbang 8-10 persen emisi karbon yang memicu pemanasan global.

Dengan demikian sudah sangat tepat jika ketahanan pangan diangkat untuk dibahas dalam pertemuan G20. Di momentum ini Indonesia bisa berbagi pengalaman dan mengajak dunia untuk menghadapi ancaman ketahanan pangan akibat pemanasan global dan isu lingkungan yang dialami saat ini.

Referensi :

[1],[2],[3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun