Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Pohon Kelapa: Sebuah Refleksi tentang Kehidupan

13 April 2022   21:50 Diperbarui: 13 April 2022   21:52 9088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia yang punya akal manjadi "binatang buas" ketika sengaja menyebarkan atau termakan hoax tanpa mengecek kebenaran berita tersebut. Karena tekanan emosi, kekesalan yang diluapkan menjadi tidak terkontrol sehingga nekat melukai orang lain.

Di sisi lain, buah kelapa yang mengalami banyak tekanan tetap tenang, mengikuti arus tanpa berusaha melawan sampai akhirnya dia menemukan tempat yang baik untuk tumbuh.

Manusia sebagai makhluk sempurna dibanding yang lain seharusnya bisa lebih tenang mengontrol emosi, mengedepankan dialog untuk sama-sama meraih tujuan yang diinginkan.

Tunas Kelapa/Sumber : pradikasmg.files.wordpress.com
Tunas Kelapa/Sumber : pradikasmg.files.wordpress.com

Kelapa Mampu Beradaptasi dan Hidup Di Mana Saja

Saat buah kelapa kebetulan jatuh atau terbawa ombak ke daerah yang subur, tentu adalah sebuah keberkahan untuknya. Kesuburan tanah secara fisik dan kimia dari tempat dimana dia hidup membantunya untuk melanjutkan proses fisiologis sampai akhirnya tumbuh, dan berbuah.

Lantas bagaimana dengan kelapa yang hidup di pantai ? atau yang hidup di daerah berbatu ? menyerahkah dia dan akhirnya mati ?

Belum tentu juga, sebab buah kelapa memiliki kemampuan untuk beradaptasi memanfaatkan cadangan makanan yang dimilikinya dan kemudian bertunas, tumbuh dan berbuah.

Sementara itu ada tipe-tipe manusia yang sangat sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Lebih memilih berada di zona nyaman, memiliki lingkaran pertemanan yang kurang luas jangkauannya sehingga dengan mudah terpengaruh dan menjadikan kelompok tersebut bersifat ekslusif.

Eksklusif menyebabkan adanya pembatasan dan pemisahan diri dari kehidupan sosial dan bergabung dengan yang sepemahaman saja. Bahaya dari sifat ini adalah menganggap orang lain itu berbeda dan yang paling ekstrim menghalalkan darah yang tidak sepaham dengan mereka.

Padahal manusia sebagai makhluk sosial memiliki kemampuan untuk beradaptasi, bersosialisasi dan berinteraksi dengan sesama manusia serta kemampuan untuk memiliki sifat inklusif yang merangkul, mau menerima perbedaan sebagai warna dalam kehidupan bermasyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun