Dari situlah mereka bisa membayar tagihan sekolah, biaya semester dan kuliah anak-anak yang merantau kuliah di luar kota, membayar tagihan rumah tangga, biaya rumah sakit atau cicilan BPJS.
Memang ada semacam pertimbangan untuk urusan adat, tapi kan tidak setiap saat upacara adat itu dilakukan, dalam sebulan belum tentu juga ada, terus bagaimana nasib mereka yang hidup cuma dari situ (produksi minol) ?
Sepertinya untuk perspektif sosial ini sangat kompleks, tidak sesederhana kutipan tadi.Â
Banyak pertimbangan dan studi yang benar-benar matang untuk rampungkan RUU ini kalau ngebet banget dikejar. Hanya saja begini, apakah tidak akan tumpang-tindih dengan aturan-aturan lainnya ?
Cita-citanya ingin buat UU, tapi jangan sampai isinya sama saja, seperti UU lainnya yang berkaitan dengan minol yang mungkin saja sudah puluhan tahun dilaksanakan.Â
Kalau misalnya betul, dan isinya cuma diulang-ulang, ya dugaan awal tadi tentang negara kita suka banget memberi hukuman ketimbang pembinaan, bisa benar.
Tulisan ini hanya kata hati yang diubah dalam tulisan (hehe) sehingga untuk pembaca, jika ada yang tidak berkenan saya mohon maaf. Kalau analisanya tipis banget, saya juga mohon maaf masih amatiran.
Salam Sopi.
Sumber bahan