Pemikiran Sukarno dan Nasution kelihatannya punya titik temu karena pada tahun 1958 ,Nasution menyampaikan pidato terkenal yang akan menjadi dasar Dwi Fungsi ABRI yang kemudian diadopsi Suharto pada masa Orde Baru.
Situasi perpolitikan nasional termasuk munculnya pergolakan di beberapa daerah yang kita kenal sebagai PRRI / Permesta semakin mengeratkan hubungan Sukarno dan Nasution .
Untuk memadamkan pergolakan itu Nasution sebagai KSAD mengirim pasukan militer ke daerah daerah.
Kemudian kegagalan Konstituante untuk merumuskan UUD yang baru membuat situasi perpolitikan nasional semakin tidak menentu.
Sukarno menilai apabila situasi terus berlarut-larut maka akan terjadi krisis konstitusional yang bisa mengancam kelanjutan NKRI.Â
Untuk mencegah terjadinya krisis konstitusional tersebut ,Sukarno sudah lama menginginkan agar Indonesia kembali ke UUD 1945. Keinginan yang demikian juga telah lama tertanam pada diri Nasution .
Ketika Nasution diberhentikan sebagai KSAD pada tahun 1952 ,ia kemudian mendirikan sebuah partai politik yang diberi nama Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia ( IPKI).Melalui partai inilah mantan KSAD itu menginginkan agar diberlakukan lagi UUD 1945.
Keinginan Sukarno memberlakukan UUD itu sejalan dengan harapan Nasution sehingga ketika Sukarno mengumumkan Dekrit 5 Juli 1959 ,Nasution sebagai KSAD memberi dukungan penuh .Tidak dapat dipungkiri ,pada saat yang demikian Sukarno membutuhkan dukungan tentara mengingat banyak politisi sipil yang tidak setuju dengan dekrit 5 Juli .
Sesudah mengumumkan Dekrit tersebut posisi Sukarno semakin kuat .Proklamator Kemerdekaan itu tidak lagi sebatas sebagai Kepala Negara tetapi ia juga adalah Kepala Pemerintahan .
Sukarno kemudian mengangkat Nasution sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan sembari terus memegang jabatan sebagai KSAD.
Tahun 1962 Sukarno mencanangkan Trikora yang bertujuan untuk menyatukan Irian Barat ( sekarang Papua dan Papua Barat ) sebagai bahagian Republik Indonesia sebagaimana hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar ( KMB ).