Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penolakan Terhadap Islam Nusantara, Murni Karena Alasan Agama Atau Politis?

1 Agustus 2018   12:41 Diperbarui: 1 Agustus 2018   13:04 3211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak dirilisnya istilah Islam Nusantara, tidak dapat dinafikan berbagai komentar telah bermunculan terutama melalui medsos. Ada yang pro dan banyak juga yang kontra terhadap istilah itu.

Istilah Islam Nusantara datang dari tokoh tokoh NU dan kemudian oleh ormas terbesar itu telah diangkat secara resmi sebagai thema pada Muktamar NU ke 33 di Jombang, Jawa Timur awal Agustus 2015.

Muktamar tersebut mengangkat thema : "Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Membangun Peradaban Indonesia dan Dunia".
Pada pembukaan Muktamar dimaksud, Presiden Jokowi juga membicarakan tentang thema Muktamar dimaksud.

Presiden Jokowi antara lain menyatakan ," Saya apresiasi thema besar NU. Saya mendorong thema ini dimaknai secara positif".

Selanjutnya Presiden menyatakan, tema ini menunjukkan NU sebagai ormas yang merupakan poros bangsa Jokowi juga mengemukakan bahwa "Islam Nusantara" memperlihatkan warga NU sebagai sumber kedamaian dan keadilan. Lebih lanjut Kepala Pemerintahan kita itu mengatakan, NU telah mampu mewujudkan Islam yang moderat ,karenanya kita harus berterima kasih pada Kyai Hasyim yang telah mengembangkan Islam moderat.

Pada poin ini ada 2 hal yang layak dicatat.

Pertama istilah Islam Nusantara resmi berasal dari NU dan telah dijadikan sebagai thema pada Muktamar di Jombang. Kedua, untuk pemerintah istilah Islam Nusantara ini tidak ada masalah dan Presiden juga telah, menyampaikan pujiannya terhadap terminologi ini.

Karenanya tidak salah lah kalau menyimpulkan ,patut diduga kritik atau komentar miring tentang Islam Nusantara sengaja atau tidak sengaja memang ditujukan kepada NU.

Kalau dicermati pesan yang ingin disampaikan NU tentang Islam Nusantara ini ialah ,adanya kaitan yang erat antara nilai-nilai Islam yang berinteraksi dengan nilai atau budaya lokal yang ada di negeri ini. Dengan interaksi yang demikian hadirlah sebuah masyarakat Islam di Nusantara yang berbeda dengan masyarakat Islam yang ada di negeri lain.

Perlu digaris bawahi yang dikemukakan itu adalah tentang masyarakat Islam bukan tentang ajaran Islam yang berbeda .NU tidak pernah mengatakan adanya perbedaan ajaran Islam di Nusantara dengan ajaran Islam di negeri lain .NU mengakui dan menyadari bahwa ajaran Islam itu bersifat universal yang berlaku sama diseluruh belahan dunia ini.

Ketua Umum PB NU ,Said Aqil Siroj memberi pengertian yang tepat tentang apa yang dimaksud dengan terminologi itu.
"Islam Nusantara bukan agama baru, bukan juga aliran baru. Islam Nusantara adalah pemikiran yang berlandaskan sejarah Islam yang masuk ke Indonesia tidak melalui peperangan ,tapi kompromi terhadap budaya" Hal ini diucapkan oleh Ketua Umum PB NU itu pada 4 Juli 2015( detiknews,26/7/2018).

Said Aqil juga menjelaskan, Islam Nusantara tak mungkin menjadikan orang berubah  radikal, Tradisi Islam Nusantara tidak mungkin menjadikan orang radikal. Tidak mengajarkan membenci,membakar atau bahkan membunuh.

Dalam penjabaran tentang Islam Nusantara ini NU selalu mengaitkan keislaman dengan semangat  kebangsaan. KH Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri NU antara lain mengatakan, cinta tanah air merupakan bahagian dari iman.

Dengan demikian sejak awal NU telah menegaskan bahwa mencintai Indonesia merupakan kewajiban bagi seorang muslim.

Sejalan dengan mencintai tanah air itulah pada 22 Oktober 1945 ,pendiri NU Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa yang isinya wajib hukumnya bagi seorang muslim untuk memerangi penjajah.Fatwa itu dikeluarkan sehubungan dengan masuknya tentara Sekutu ( Inggris) di Surabaya. Didalam pasukan sekutu itu ikut membonceng pasukan Belanda yang disebut NICA yang punya agenda ingin kembali menjajah Indonesia.

Fatwa Hadratussyeikh Hasyim Asy'ari itu telah mampu menggelorakan semangat mempertahankan kemerdekaan yang kemudian terjadilah pertempuran yang heroik di Surabaya pada 10 November 1945.Pertempuran yang heroik itu telah mampu menewaskan komandan pasukan Sekutu, Jenderal Mallaby.

Kemudian hari bersejarah di Surabaya itu kita sebut sebagai Hari Pahlawan dan fatwa ulama karismatik itu dinamakan Resolusi Jihad yang kemudian oleh pemerintahan Jokowi dinyatakan sebagai Hari Santri Nasional.

Oleh karena NU selalu mengaitkan cinta tanah air,cinta Indonesia yang diformulasi dalam terminologi Islam Nusantara maka muncul pertanyaan di hati saya.

Melirik perkembangan belakangan ini dalam halmana mengemuka keinginan oleh sebahagian kelompok ummat Islam yang ingin menerapkan sistim Khilafah di negeri ini.

Sepanjang yang saya pahami sistim ini ingin mewujudkan satu sistim kekhalifahan di dunia Islam. Akan ada seorang khalifah yang memerintah negeri negeri Islam dan dimasing masing negeri atau negara ada yang disebut Amir sebagai wakil dari Khalifah.
Terhadap konsep dan perjuangan yang demikian ,jelaslah Islam Nusantara merupakan penghalang besar untuk cita cita yang demikian.

NU mengakui bahkan ikut mempertahankan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menolak konsep negara Islam.

Terminologi Islam Nusantara sesungguhnya merupakan penghalang terbesar untuk terwujudnya sistim khilafah itu. Berkaitan dengan hal tersebut maka pertanyaan yang muncul di hati saya itu berbunyi,jangan jangan serangan yang ditujukan kepada NU dan Islam Nusantara justru berasal dari mereka yang menginginkan tegaknya khilafah di negeri ini.

Kesan yang demikian mengemuka karena melirik perbincangan di medsos dalam halmana terlihat adanya upaya pembentukan opini yang dilaksanakan secara massif. Berbagai alasan dikemukakan bahkan beberapa informasi yang menyesatkan juga disampaikan ke masyarakat.

Ada juga yang mengemukakan ,Islam Nusantara merupakan pengkotakan terhadap dunia Islam. NU maupun Islam Nusantara tidak pernah menginginkan adanya pengkotakan ummat Islam. Islam Nusantara juga tidak bermaksud untuk mengagung agungkan keindonesiaan sementara disisi  lain disebut menghina Arab.

Tuduhan menghina Arab ini sering juga digunakan oleh pihak tertentu untuk mendiskreditkan NU terutama Said Aqil Siroj sang Ketua Umum.

Mereka menyatakan, Said Aqil menghina Arab sedangkan Rasulullah Muhammad SAW adalah orang Arab, Al Qur' an diturunkan dalam bahasa Arab, para Habib turunan Rasul yang berdakwah di Indonesia adalah turunan Arab dan Islam masuk ke Indonesia juga dibawa oleh para pedagang Arab.

Kalau disimak, memang Said Aqil sering membandingkan kondisi negara negara Arab dengan Indonesia sekarang ini.Perlu digaris bawahi yang dibandingkannya adalah kondisi sekarang ini.

Ketua Umum PB NU itu acapkali mengungkapkan adanya konflik di Timur Tengah.Pertikaian itu bisa terjadi antara Syiah dengan Sunni atau juga sesama Sunni maupun sesama Syiah. Perselisihan antar sesama negara Arab juga mengemuka.

Dalam konteks yang demikianlah Said Aqil menyebut ,pada suasana konflik yang terjadi di Arab sekarang ini ,tetapi ummat Islam hidup rukun dan damai di negeri ini. Hubungan antara sesama ummat Islam berjalan dengan harmonis serta hubungan ummat Islam dengan pemeluk agama lainnya juga terpelihara dengan baik.

Dalam pandangan NU ,iklim yang damai itu terwujud karena berdialognya nilai nilai Islam dengan nilai nilai budaya yang ada di negeri ini.

Tentang Indonesia yang damai ini menarik untuk mencermati pernyataan seorang ulama Irak. Imam Besar Masjid Abdul Qodir Jailani di Baghdad, Irak, Anas Mahmoud Khalaf, memuji Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia .Anas menyebut Indonesia bisa menjadi model penerapan moderasi Islam.

Imam Besar Masjid Abdul Qodir Jailani itu juga menyatakan ,Islam tumbuh di Indonesia dengan situasi yang aman dan damai.Menurutnya kondisi itulah yang tidak dirasakan sebahagian negara di Timur Tengah.

"Ini yang tidak ada di negara negara lain ,disebagian negara Timur Tengah yang dirundung konflik .Kita temukan rasa aman dan damai disini ( yang) tidak kita  temukan disebagian negara yang terlibat konflik", ujarnya.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anas Mahmoud Khalaf saat menghadiri Konferensi Ulama Internasional di Islamic Centre Mataram, Nusa Tenggara Barat ,Jum'at( ,27/7/2018). (detiknews,27 Juli 2018).

Dengan demikian terlihatlah adanya kesamaan penggambaran situasi Timur Tengah saat ini seperti yang dinyatakan Said Aqil Siroj dan Imam Besar Masjid Abdul Qodir Jailani itu.

Karenanya tidaklah tepat menghujat NU/ Said Aqil dengan menyebutnya anti Arab karena yang dilukiskannya adalah situasi saat ini.
Berkaitan dengan hal tersebut tidak salah juga lah kalau menduga ada kelompok yang sengaja menyebut Said Aqil menghina Arab padahal yang diungkapkannya bukanlah penghinaan.

Ketua Umum PB NU itu hanya ingin menunjukkan, ada beda keadaan di negeri ini dengan situasi di Timur Tengah. Kalau disimak lebih dalam, Said Aqil ingin mengatakan mengapa ada beda sikap antara ummat Islam di Timur Tengah dengan ummat Islam di negeri ini.

Perbedaan tersebut bukan karena perbedaan ajaran Islam yang dianut tetapi karena perbedaan sikap yang dipengaruhi oleh budaya masing masing.

Berkaitan dengan pengaruh budaya yang demikianlah NU menyebutnya sebagai Islam Nusantara. Selanjutnya dikalangan NU Islam Nusantara juga dimaknai menyatunya kebiasaan adat dengan acara keislaman.

Untuk masyarakat Melayu di Medan dikenal adanya tradisi tepung tawar yang antara lain digelar pada acara melepas jemaah haji, perkawinan dan juga pada acara penabalan nama anak.

Masyarakat Mandailing juga sangat akrab dengan acara "Upa Upa " pada upacara perkawinan.

Tepung tawar dan Upa Upa merupakan contoh menyatunya nilai nilai budaya dengan tradisi keislaman. Selanjutnya saya ingin juga mencermati penolakan terhadap Islam Nusantara itu dari sudut pandang Ukhuwah Islamiyah.

Kata ini bermakna adanya persaudaraan dikalangan ummat Islam. Hal ini bertitik tolak juga dari keyakinan ummat Islam sesungguhnya kaum beriman itu bersaudara.

Berkaitan dengan keyakinan yang demikian ,saya sering merasa miris melihat sikap dan komentar yang dikemukakan oleh tokoh tokoh Islam terhadap Islam Nusantara.

Terhadap komentar miring dan keras yang diungkapkan saya menjadi bertanya ,apakah seperti ini esensi ukuhuwah Islamiyah itu?.
Seperti yang dikemukakan sebelumnya NU identik dengan Islam Nusantara,karenanya ketika seorang tokoh Islam mengkritik dengan sangat keras terhadap terminologi itu sesungguhnya ia juga telah menohok kehormatan ormas yang didirikan tahun 1926 itu.

Pernah dalam sebuah pertemuan organisasi ulama di Medan,seorang tokoh mengatakan ,kita juga akan bahas dan tolak Islam Nusantara seperti yang dilakukan oleh Majelis Ulama Sumbar.

Terhadap pernyataan tokoh ini ,sebahagian hadirin bertepuk tangan dan kemudian tokoh itu menyerukan takbir Allahu Akbar yang disambut dengan gegap gempita oleh sebahagian yang hadir. Saya tahu persis pada acara tersebut hadir juga tokoh tokoh NU.

Lalu saya bertanya lagi dalam hati seperti inikah perwujudan Ukhuwah Islamiyah itu? Sedalam itukah bencinya mereka terhadap NU? yang notabene sesama ummat Islam.

Saya kadang kadang menjadi ragu ,apakah para pengiritik Islam Nusantara itu telah paham betul tentang pengertian ini atau hanya terprovakasi dari pengertian Islam Nusantara yang sering diputar balikkan melalui perbincangan di media sosial.
Kritik terhadap Islam Nusantara menguat lagi setelah Majelis Ulama Indonesia ( MUI) Sumatera Barat menyatakan sikap menolak Islam Nusantara.

Tentulah saya harus memberi rasa hormat terhadap MUI dibawah pimpinan Buya Gusrizal Gahazar itu. Andainya memang menurut MUI yang berkedudukan di Padang itu ada yang menyalah atau bertentangan secara fundamental dengan ajaran Islam ,tentunya lebih bijaksanalah mengadakan pertemuan terlebih dahulu dengan PB NU untuk tabayyun,mengklarifikasi tentang pemahaman mengenai Islam Nusantara.

Karena sesuatu yang disikapi atau diberi fatwa oleh MUI akan memberi pengaruh terhadap ummat Islam. Bahwa pada organisasi massa Islam yang tergabung dalam MUI tentu masih ada perbedaan pandangan tentang hukum Islam terutama yang berhubungan dengan fiqh.

MUI juga mengakui adanya perbedaan itu tetapi sepanjang perbedaan itu menyangkut hal hal furu' iyah( cabang ) masih dapat diterima.Yang ditolak adalah perbedaan tentang ketauhidan.

Menurut Zainul Tauhid,Wakil Ketua Umum MUI Pusat ,Islam Nusantara masih masuk dalam kategori furu'iyah artinya sesuatu yang masih ditoleransi.

Saya juga berpendapat hukum hukum fiqh yang dikategorikan furu' iyah hendaklah tidak dibicarakan lagi karena kalau hal yang demikian dikemukakan  lagi pada ummat, tentu bisa menimbulkan perpecahan.

Berkaitan dengan hal yang demikianlah kita berharap Islam Nusantara tidak menjadi penyebab konflik pada ummat karena terminolgi itu sendiri bukanlah untuk mengundang perpecahan.

Salam Ukhuwah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun