Mohon tunggu...
Afifuddin lubis
Afifuddin lubis Mohon Tunggu... Pensiunan PNS -

Selalulah belajar dari siapapun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menara Kompas Perwujudan dari "We are No Angels"

27 April 2018   18:02 Diperbarui: 27 April 2018   18:16 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara peresmian itu ditandai dengan menggunakan mesin tik sebagai simbol peresmian menara itu. Pada acara tersebut Wapres didampingi oleh presiden RI ke -5 Megawati Soekarnoputri,Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Terlihat juga mendampingi Wapres CEO Kompas Gramedia Lilik Oetomo dan Wakil Pemimpin Umum Kompas Rikard Bagun.

Seperti diketahui nama Kompas diberikan oleh Presiden Pertama RI Sukarno. Sedangkan mesin tik yang digunakan Jusuf Kalla pada acara peresmian itu adalah mesin tik yang sehari hari digunakan oleh Jakob Oetama terutama untuk menulis Tajuk Rencana Kompas.

Peresmian itu disebut fenomenal karena Menara itu terdiri 24 lantai dan podium lima lantai. Podium lima lantai itu menandai integrasi ruang redaksi antara harian Kompas, Kompas id,Kompas .com dan Kompas TV. Gedung ini juga penanda 53 tahun kiprah harian Kompas sebagai surat kabar nasional.

Mengapa dalam kurun waktu 50 tahun, Kompas bisa sebesar sekarang ini?

Saya bukanlah ahli pers, tetapi saya menangkap beberapa hal baik dari pengamatan sendiri maupun dari pendapat orang lain mengapa kemudian Kompas menjadi sebesar sekarang. Wapres Jusuf Kalla dalam sambutannya pada peresmian Menara itu meminta agar harian terkemuka di tanah air kita ini tetap dapat menjaga objektivitas  dan independensinya.

Saya pikir "objektivitas dan independensi" inilah salah satu kekuatan Kompas terutama dalam policy pemberitaannya. Sepanjang yang saya amati, Kompas tidak pernah menjadi partisan dalam sebuah kontestasi politik. Kompas juga menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan poltik yang ada.

Dalam pandangan saya, bukanlah hal yang mudah untuk tetap menjadi independen ditengah tengah tarikan kekuatan politik maupun kedigdayaan para pengusaha besar. Karenanya kemampuan Kompas untuk tetap independen merupakan capaian yang layak diacungi jempol.

Selanjutnya pada awal terbitnya banyak orang yang mempersepsikan harian ini dengan agama Katolik. Terlepas dari persepsi yang demikian tetapi sepanjang yang terlihat harian ini tetap menjaga objektivitasnya. Tidak pernah terbaca berita pada harian ini yang berangkat dari nilai nilai subjektivitas yang berkaitan dengan pribadi pribadi pengasuh harian ini.

Sesuai dengan mottonya "Amanat Hati Nurani Rakyat" tentu harian ini juga mengemukakan kritikan kritikan terhadap berbagai kebijakan pemerintah apabila dirasakan kebijakan itu tidak sejalan dengan hati nurani rakyat itu.

Namun dalam melakukan kritikan itu Kompas selalu mengemukakan alasan, argumentasi yang dilengkapi data dan fakta yang mengingatkan agar kebijakan tersebut dikaji ulang.

Kompas selalu memberikan kritikan dengan penuh kesantunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun