pendidikan selalu membawa harapan sekaligus kekhawatiran. Salah satu isu yang kerap muncul adalah wacana perubahan kurikulum. Setelah peluncuran Kurikulum Merdeka pada 2022, kini muncul pertanyaan: apakah kurikulum ini akan diganti dengan kepemimpinan baru? Terlebih, rencana penghapusan Asesmen Nasional dan wacana pengembalian Ujian Nasional (UN) semakin memanaskan diskusi di dunia pendidikan.
Pergantian menteriAbdul Mu'ti, Mendikdasmen yang baru, menyampaikan ide untuk memperkenalkan pendekatan Deep Learning dalam kurikulum mendatang. Pendekatan ini dianggap modern karena menekankan pembelajaran mendalam yang berpusat pada siswa. Namun, apakah perubahan kurikulum benar-benar diperlukan?
Apa Itu Deep Learning dan Bagaimana Relevansinya?
Konsep Deep Learning adalah pendekatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk belajar dengan cara berpikir kritis, bekerja sama, dan mengeksplorasi rasa ingin tahu mereka. Berbeda dengan Surface Learning yang hanya fokus pada hafalan dan penerimaan informasi secara pasif, Deep Learning memberikan ruang bagi siswa untuk memahami materi secara holistis dan kontekstual.
Menurut John Hattie, pakar pendidikan dunia, Deep Learning mampu membangun keterampilan berpikir tingkat tinggi dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kompleks. Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak hanya memperbaiki capaian akademik siswa, tetapi juga mendukung perkembangan sosial-emosional mereka.
Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah mengadopsi prinsip-prinsip serupa melalui project-based learning dan profil Pelajar Pancasila. Lalu, apakah Deep Learning dalam kurikulum baru ini hanyalah "kemasan baru" dari prinsip yang sudah ada?
Refleksi Ki Hajar Dewantara: Pendidikan yang Memerdekakan
Ki Hajar Dewantara (KHD), Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, selalu menekankan pentingnya pendidikan yang "membebaskan." Menurutnya, pendidikan sejati adalah yang mampu membangun manusia merdeka---merdeka dalam berpikir, bertindak, dan bertanggung jawab.
Dalam perspektif KHD, pendidikan harus berpusat pada murid, menghormati kodrat alam, dan mendidik dengan cara yang sesuai dengan lingkungan serta kebutuhan siswa. Konsep ini selaras dengan Deep Learning yang memberikan ruang bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
KHD juga mengingatkan pentingnya guru sebagai "taman" yang mendukung pertumbuhan siswa. Hal ini relevan dengan tantangan implementasi Kurikulum Merdeka, di mana guru sering kali terjebak pada kebiasaan lama yang berfokus pada hafalan daripada eksplorasi.
Pendidikan Berkualitas dalam SDG's No. 4
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) ke-4 adalah memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata serta mendorong kesempatan belajar sepanjang hayat. Pendidikan berkualitas mencakup empat komponen utama:
Berpusat pada Murid
Pendidikan yang berkualitas harus menempatkan siswa sebagai pusat proses belajar. Siswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga pencipta pengetahuan. Mereka diajak untuk berpikir kritis, mengeksplorasi ide, dan terlibat aktif dalam proses belajar. Kurikulum Merdeka dengan project-based learning merupakan contoh nyata dari prinsip ini.Guru yang Gemar Belajar, Refleksi dan Kolaborasi
Guru adalah agen perubahan utama dalam pendidikan. Pendidikan berkualitas membutuhkan guru yang terus belajar dan berkembang, baik secara profesional maupun personal. Konsep guru sebagai pembelajar ini sejalan dengan pemikiran Paulo Freire, yang percaya bahwa pendidikan adalah proses dialogis di mana guru dan siswa sama-sama belajar. Refleksi adalah kunci untuk memastikan pembelajaran tetap relevan dan efektif. Guru perlu merenungkan praktik pengajaran mereka dan berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk menemukan solusi inovatif. Kurikulum Merdeka sudah mendorong guru untuk terlibat dalam Komunitas Praktik sebagai wadah refleksi bersama.Iklim Satuan Pendidikan yang Aman dan Nyaman
Lingkungan belajar yang kondusif adalah syarat mutlak pendidikan berkualitas. Sekolah harus menciptakan suasana yang inklusif, mendukung, dan bebas dari ancaman. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan akan rasa aman adalah fondasi bagi pembelajaran yang efektif.Pemimpin Satuan Pendidikan dengan Komitmen Berkelanjutan
Pemimpin sekolah memiliki peran penting dalam memastikan keberlangsungan program pendidikan. Pemimpin yang visioner dan konsisten terhadap kebijakan pendidikan akan menciptakan ekosistem belajar yang progresif.
Kurikulum Merdeka: Perjalanan yang Belum Selesai
Kurikulum Merdeka telah menjadi langkah besar menuju pendidikan yang relevan dan adaptif. Namun, implementasinya masih jauh dari sempurna. Guru, siswa, dan orang tua masih berada dalam fase adaptasi. Pergantian kurikulum dalam waktu dekat hanya akan memperumit situasi di lapangan.
Beberapa tantangan utama dalam implementasi Kurikulum Merdeka meliputi:
Kesenjangan Infrastruktur: Tidak semua sekolah memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung pembelajaran berbasis proyek atau teknologi.
Kesenjangan Kompetensi Guru: Banyak guru yang belum siap untuk beralih dari metode tradisional ke pembelajaran yang lebih kolaboratif dan eksploratif.
Beban Administrasi: Guru sering kali terjebak dalam administrasi, sehingga tidak memiliki waktu untuk berinovasi dalam pembelajaran.
Kompleksitas Pergantian Kurikulum
Mengganti kurikulum bukanlah perkara mudah. Selain membutuhkan anggaran besar, pergantian kurikulum juga berdampak pada seluruh ekosistem pendidikan. Dari pelatihan guru hingga penyediaan buku ajar baru, setiap aspek membutuhkan waktu dan sumber daya yang signifikan.
Lebih dari itu, pergantian kurikulum yang terlalu sering justru menciptakan kebingungan di tingkat akar rumput. Guru, siswa, dan orang tua sering kali harus beradaptasi dengan kebijakan baru sebelum benar-benar memahami esensi kurikulum sebelumnya.
Esensi Deep Learning dan Kurikulum Merdeka
Jika dilihat secara prinsip, Deep Learning yang diusulkan Abdul Mu'ti sebenarnya memiliki banyak kesamaan dengan Kurikulum Merdeka. Keduanya menekankan pembelajaran yang mendalam, kolaboratif, dan relevan dengan kehidupan nyata.
Daripada mengganti kurikulum, langkah yang lebih bijak adalah memperkuat implementasi Kurikulum Merdeka. Pemerintah dapat fokus pada:
Peningkatan Kompetensi Guru: Memberikan pelatihan berkelanjutan kepada guru untuk mengadopsi metode pembelajaran berbasis Deep Learning.
Evaluasi dan Penyesuaian Bertahap: Mengidentifikasi kelemahan dalam Kurikulum Merdeka dan memperbaikinya secara bertahap.
Peningkatan Infrastruktur: Memastikan semua sekolah memiliki akses yang sama terhadap sumber daya pendidikan.
Refleksi dan Harapan
Seperti yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah proses yang harus dilakukan dengan hati-hati dan bertahap. Pergantian kurikulum bukanlah solusi instan untuk memperbaiki kualitas pendidikan. Sebaliknya, fokus pada konsistensi dan keberlanjutan program yang ada akan memberikan dampak yang lebih nyata.
Pendidikan bukan sekadar soal mengganti kebijakan, tetapi soal memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi setiap siswa. Kurikulum Merdeka, dengan segala tantangannya, masih memiliki potensi besar untuk menghasilkan generasi yang cerdas, tangguh, dan bermartabat.
Mari kita jadikan perubahan dalam pendidikan sebagai langkah yang benar-benar membawa manfaat, bukan sekadar perubahan untuk memenuhi ambisi politik. Pendidikan yang berkualitas membutuhkan komitmen bersama, bukan kebijakan yang berubah-ubah.
Kesimpulannya, mari kita fokus pada esensi dari pendidikan itu sendiri: membangun manusia yang merdeka, berpikir kritis, dan bertanggung jawab. Dengan kolaborasi dan refleksi, kita dapat memastikan masa depan pendidikan Indonesia yang lebih cerah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H