Dahulu, pra kemerdekaan, seorang temenggung dipilih secara musyawarah mufakat di antara mereka dengan ketentuan anak jantan turun jantan (gelar temenggung dari bapak turun ke anak) lalu mendapat legitimasi dari wakil sultan Jambi yang disebut jenang.Â
Sekarang, seorang dapat menjadi temenggung dengan cara diangkat oleh dua atau tiga kelompok yang masih berkerabat kemudian mencari legitimasi dari camat atau kepala desa setempat.
Hal ini membawa wibawa seorang temenggung menjadi merosot. Satu temenggung cukup, 7 temenggung di "sebatang" sungai, alangkah banyaknya***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H