Masuknya perusahaan HPH (hak penguasaan hutan) telah memunculkan istilah ganti rugi. Ganti rugi dimaksud adalah kompensai dari perusahaan untuk sumberdaya hutan yang berguna dalam penghidupan Orang Rimba. Seperti, padang rotan, pohon buah-buahan, sialang (tempat madu hutan) yang rusak atau ditebang secara sengaja maupun tidak sengaja oleh pihak perusahaan saat membuka jalan dan melakukan pengambilan kayu.
Guna mencegah keonaran-keonaran yang ditimbulkan anggota kelompok Orang Rimba dan pemimpinnya, perusahaan juga memberikan gaji kepada para pemimpin itu sesuai dengan tingkatannya.Â
Dari sinilah muasal istilah "gaji buta" di kalangan Orang Rimba. Tentu, gaji temenggung lebih tinggi dari gelar pemimpin adat di bawahnya.
Selain memunculnya "gaji buta", muncul pula istilah "persen survey kayu".Â
Persen survei kayu adalah uang yang diterima seseorang atas jasanya melakukan survey terhadap pohon-pohon yang bernilai ekonomi tinggi yang dibutuhkan perusahaan.
Paham seluk beluk hutan serta isinya, Orang Rimba mengkapitalisasi pengetahuan itu.
Selanjutnya, hal ini melahirkan ambivalensi sikap terhadap hutan. Di satu sisi, Orang Rimba tidak senang habitat mereka rusak. Namun, mengusir perusahaan mereka tidak mampu. Oleh sebab itu, mereka memilih ikut ambil bagian dari keadaan yang berubah dengan mengambil keuntungan dengan cara-cara yang disebut di atas.Â
Sejak itu, banyak orang yang ingin jadi temenggung karena temenggung akan mendapatkan gaji, hadiah, acapkali dibawa jalan-jalan oleh pihak perusahan untuk menyengkan hatinya.Â
Habis HPH, datang perkebunan, hutan tanaman industri, dan lain-lain.Â
Hingga sekarang, pemimpin Orang Rimba masih menerima gaji dari perusahaan-perusahaan yang masih eksis beroperasi di sekitar wilayah penghidupan mereka, baik perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun perusahaan hutan tanaman industri. Termasuk kesempatan yang datang silih berganti yang memanfaatkan kedudukan temenggung. Tepatnya dapat kita disebut, hubungan manfaat-memanfaatkan.
Bertambahnya jumlah temenggung ini dalam hubungan mereka ke luar tidak begitu bermasalah. Namun, menjadi bermasalah di internal mereka sendiri utamanya soal legitimasi seorang temenggung.Â