Guna menambah pengertian tentang apa yang saya sebut nalar hukum, saya akan berikan satu contoh berikut ini.
Seorang pria yang baru saja menikah segera setelah kematian istrinya telah dituntut oleh pihak waris perempuan. Pria itu dihadapkan ke sidang adat dengan tuduhan membunuh istri pertamanya dengan adum agar bisa kawin dengan orang lain.Â
Bukti bahwa dialah yang membunuh istrinya dengan adum tidak ada.Â
Adum adalah semacam guna-guna yang bisa berupa jarum, rambut, dan benda-benda lain yang dipercaya dapat mencelakakan orang lain sebagai akibat perbuatan sihir.
Nalar hukumnya adalah "oh pantasan, sebab kamu sudah berencana menikahi perempuan lain makanya istrimu meninggal".Â
Wujud adum yang disebut sebagai penyebab kematian itu berupa bekas atau sisanya tidak ada. Autopsi jenazah pasti tidak berlaku di kalangan msyrakat pemburu peramu.Â
Kapan adum itu diberikan, siapa yang melihatnya? Hal-hal yang demikin tidak begitu penting lagi karena nalarnya sudah dapat.Â
Pria itu divonis bersalah. Mustinya dia masih berduka, jika benar-benar ia mencintai istrinya. Hukum dilabuhkan denda adat pun dibayar.
Kembali ke soal privilege (hak istimewa) dari kedudukan seorang pemimpin adat. Hak istimewa seorang pemimpin adat barangkali hanyalah apa yang disebut gerbu.
Gerbu adalah bantuan tenaga yang diberikan anggota kelompok secara cuma-cuma untuk membantu penyelesaian ladang milik pemimpin kelompok di musim behuma. Jika anggota kelompok tidak ada yang membantu, sanksinya pun tidak ada.Â