Walaupun berstatus cagar alam kondisi mangrove di Tanjung Panjang sangat memprihantikan akibat alih fungsi menjadi tambak ikan bandeng, udang, dan garam.
Kondisinya sekarang kontras dengan kondisi mangrove di Torsiaje yang dimukimi oleh orang Bajo. Sekitar 80 persen dari hutan mangorove alami masih dalam kondisi baik dengan kerapatan 5.000-6.000 pohon per hektarnya (Ramli Utina, 2012).
Dalam perbincangan kami di rumahnya, beliau dengan fasih menyebutkan 9 (sembilan) jenis mangrove yang ada di lingkungan merek: Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Avicennia marina, Avicennia lanata, Avicennia alba,  dan Sonneratia caseolaris.
Saat wawancara bebas, saya mencatat secara cepat namun kemudian harus memeriksa kembali cara penulisannya dalam bahasa latin agar tidak salah.
Saya bahkan mengkonfirmasi salah satu jenis manggrove yang paling besar dan tinggi yang saya lihat disekitar Torsiaje laut, dengan cepat beliau mengidentifikasinya sebagai Brugurea (tepatnya, Bruguiera gymnorrhiza).Â
Dua jenis suntung yakni: suntung bunga, suntung batu. Masapih, daya' rusutang dan timbolok bangkau. Pari bangkau dan udang ronggeng. Koa (kerang-kerangan) antara lain: koa biadaa, koa bare, sosoho, tiram, burunga dan kuporus.
Pada ekosistem yang khas seperti padang lamun, Pak Umar meriwayatkan, dahulu duyung masih sering datang ke padang lamun, sekarang tidak lagi. Padang lamun atau samo, bagi Orang Bajo juga seperti kompas waktu.
Menurut Abdi Tahir (56), jika samo telah berbunga artinya bulan telah berganti. Â Jenis sumberdaya perikanan yang dimanfaatkan Orang Bajo di ekosistem terumbu karang antara lain: sunu, sinurang, tenggiri, dan jenis ikan terumbu karang lainnya.