Getah karet dan hasil-hasil dari hutan yang laku di pasar seperti rotan, madu, dan 'jernang' membutuhkan ukuran, timbangan, serta harga yang dilakukan bukan dengan cara barter namun dengan uang.
Begitupun sebaliknya, jika mereka pergi ke pasar membeli keperluan sehari-hari, akan selalu berhubungan dengan ukuran, timbangan, serta uang dalam transaksi jual beli.
Mulanya Sekolah Keliling Kemudian Kelas Jauh
Sebelas tahun yang lalu tepatnya tahun 2008, pendidikan alternatif pernah dilakukan pada anak-anak Batin Sembilan, dua tahun lamanya.
Pendidikan alternatif ini disebut "Sekolah Keliling". Disebut "Sekolah Keliling" karena gurunya yang berkeliling mengajar anak Batin Sembilan dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Kegiatan belajar dilakukan bergiliran sesuai dengan janji guru dengan anak-anak didik.
Tempatnya tidak harus di ruangan di mana anak-anak suka belajar. Kadang di musala, guru mendatangi mereka ke kelompok lalu belajar di rumah orangtua anak didik, bahkan di hutan jika anak-anak itu ingin memancing, main ayunan diakar kayu setelah selesai belajar.
Ada 18 orang anak-anak Batin Sembilan yang ikut program ini dalam 2 tahun. Setelah dua tahun, guru membuat catatan perkembangan belajar 8 orang peserta didik secara kualitatif. Ada dua guru perintis dan 1 masuk diperjalanan. Catatan evaluasi berikut berasal dari salah satu guru (Sonhaji), lainnya belum ditemukan.
Mulai Juni 2010, format sekolah berubah. Anak-anak tersebut dimasukkan dalam Sekolah Kelas Jauh dengan status sekolah negeri, sayap dari SDN 49/I/Bungku. Agar sekolah itu dekat dengan hati Batin Sembilan dinamai dengan "Sekolah Besamo" namun dijalankan menurut platform sekolah dasar formal.