Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Orang Polahi Boleh Kawin-mawin dengan Saudara Sendiri?

30 November 2019   18:34 Diperbarui: 8 Desember 2019   03:48 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim ekspedisi setelah melewati medan terjal (Dokpri)

Tahilu dengan Ipa melahirkan 4 orang anak yakni; Maulya, Dewi, Leni, dan dan Galang. Sementara perkawinannya dengan Ipa melahirkan 3 orang anak yakni; Yuli, Dadung, Juli.

Keluarga kedua terbentuk dari perkawinan Mauliya degan Ipa. Perkawinan ini adalah perkawinan sedarah (inses) antara anak dengan ibu kandung sendiri.

Mauliya adalah anak laki-laki tertua dari Tahilu sedangkan Ipa adalah istri pertama Tahilu. Perkawinan ini menciptakan sistem pemanggilan yang sumbang menurut ukuran orang luar: "anakku suamiku' bagi Ipa atau "ibuku istriku" bagi Maulya. Sementara bagi Tahilu, mantan istrinya menjadi menantunya. Adik-adik Maulya memanggilnya Bapak (tiri) tapi juga abang atau kakak.

Galang (14 thn) anak Tahilu pemimpin kelompok (Doc. Marahalim Siagian)T
Galang (14 thn) anak Tahilu pemimpin kelompok (Doc. Marahalim Siagian)T
Apakah ini satu kasus yang kebetulan? Tidak. Penelitian ini mengkofirmasi kebenaran berita sebelumnya, bahwa tradisi kawin inses pada komunitas Polahi memang benar, bukan hoax.

Ada keterangan yang menarik, saat wawancara dengan Tahilu.  Tahilu bilang, kalau cucunya Polahi sudah lahir, si kakek harus ke luar dari kelompok. Saya coba tanya lebih jauh, namun Tahilu hanya bilang itu adat mereka. Kalau dianalisis, mungkin mekanisme budaya mereka untuk menghindari inses antara cucu dengan kakek.

Sidat atau 'sogili' salah satu makanan kesukaan Polahi (Doc. Marahalim Siagian)
Sidat atau 'sogili' salah satu makanan kesukaan Polahi (Doc. Marahalim Siagian)
Perlu diketahui bahwa proporsi antara laki-laki dengan perempuan tidak selalu seimbang. Dalam kasus perempuan lebih sedikit dibanding jumlah laki-laki, maka yang terjadi 1-2 perempuan akan berbagi dengan sejumlah laki-laki dewasa melalui mekanisme kawin cerai.

Perkawinan cucu dengan kakek bisa terjadi dalam rentang usia 15 dengan 65 tahun, sebab laki-laki memiliki kemampuan reproduktif lebih panjang. Berbeda dengan perempuan yang ada masa monopouse atau masa tidak subur lagi.

Daun 'woka' memiliki maafaat bagi Polahi. Dahulu selain untuk atap, daun muda dipakai untuk cawat (Doc. Marahalim Siagian)
Daun 'woka' memiliki maafaat bagi Polahi. Dahulu selain untuk atap, daun muda dipakai untuk cawat (Doc. Marahalim Siagian)
Dari anggota keluarga Tahilu kami mendapati seorang anak yang bisu bernama Dadung. Namun di luar aspek moral bahwa perkawinan yang demikian sumbang.  Mungkin perlu meneliti lebih lanjut dampak perkawinan inses (inbreeding) pada Polahi. Lembaga seperti Eijkman Institute perlu menelitinya lebih jauh agar kita tahu apa dampak kawin dengan saudara kandung bagi manusia secara genetik serta dampaknya bagi kesinambungan populasi Polahi itu sendiri.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun