Tahilu dengan Ipa melahirkan 4 orang anak yakni; Maulya, Dewi, Leni, dan dan Galang. Sementara perkawinannya dengan Ipa melahirkan 3 orang anak yakni; Yuli, Dadung, Juli.
Keluarga kedua terbentuk dari perkawinan Mauliya degan Ipa. Perkawinan ini adalah perkawinan sedarah (inses) antara anak dengan ibu kandung sendiri.
Mauliya adalah anak laki-laki tertua dari Tahilu sedangkan Ipa adalah istri pertama Tahilu. Perkawinan ini menciptakan sistem pemanggilan yang sumbang menurut ukuran orang luar: "anakku suamiku' bagi Ipa atau "ibuku istriku" bagi Maulya. Sementara bagi Tahilu, mantan istrinya menjadi menantunya. Adik-adik Maulya memanggilnya Bapak (tiri) tapi juga abang atau kakak.
Ada keterangan yang menarik, saat wawancara dengan Tahilu. Â Tahilu bilang, kalau cucunya Polahi sudah lahir, si kakek harus ke luar dari kelompok. Saya coba tanya lebih jauh, namun Tahilu hanya bilang itu adat mereka. Kalau dianalisis, mungkin mekanisme budaya mereka untuk menghindari inses antara cucu dengan kakek.
Perkawinan cucu dengan kakek bisa terjadi dalam rentang usia 15 dengan 65 tahun, sebab laki-laki memiliki kemampuan reproduktif lebih panjang. Berbeda dengan perempuan yang ada masa monopouse atau masa tidak subur lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H