Orang Rimba memang masih pakai teknologi beliaung, beberapa tahun belakangan mereka mulai mengenal chain-saw (gergaji mesin). Dua alat itu, mereka sudah tahu persis tidak akan bisa membuat hutan yang tadinya begitu luas lenyap begitu cepat. Berubah menjadi lahan-lahan perkebunan, lokasi penempatan transmigrasi yang padat.Â
Lapar tanah dan kayu, warga transmigrasi kemudian menyemut masuk hutan, membuka ladang baru dan menggergaji pepohonan. Maka tumpaslah hutan itu seolah tak bertempo.Â
Alat-alat berat itu, entah bagaimana orang meru (kita yang bukan Orang Rimba atau semua penyebutan untuk orang luar) membuat alatnya. Kapan bergerak, bisa meratakan tanah begitu entengnya. Sekali gusur, rubuhlah pepohonan yang kanopinya bertautan itu, rebah bersamaan ke tanah.Â
"Kami a terdesak ke hulu, terdesak pula ke hilir' ucap Temenggung Maritua, sambil membuang puntung tembakaunya. Maksudnya, mereka terkepung oleh pemukiman Melayu serta pemukiman transmigran,  perusahaan kayu mengacak-acak hutan itu dari dalam.Â
Namun, ada secercah harapan muncul dalam kalimat penutupnya. "Sisa hutan nioma lah jedi taman nasional genah kami borponghidupon", (sisa hutan yang dilindungi oleh pemerintah, tempat mereka hidup) katanya menyudahi ceritanya.
Ditetapkan menjadi taman nasional di tahun 2000, tidak langsung membuat hutan itu aman dari ganguan.Â
Dampak krisis moneter dan ekonomi yang terjadi tahun 97/98 masih terasa di masyarakat bawah. Perambahan hutan masih tetap marak, Â balak liar juga marak. Perusahaan kayu mengakali cara untuk mencuri kayu dari taman nasional itu, dengan mengajukan IPK (ijin pemanfaatan kayu). Lokasi ijinya memang di luar taman nasional, namun kayunya dicuri dari taman nasional.
Perusahaan kayu terakhir dapat dicabut ijinnya dipicu oleh seorang wakil temenggung bernama Mlaher. Ia meninggal diantara alat-alat berat perusahaan kayu. Kesaksian yang dapat didengar menyebut, kala itu hujan datang dan almarhum menaiki alat berat itu lalu jatuh terpeleset. Malang baginya, kepalanya terbentur ke bagian alat berat lalu meninggal di tempat. Â
Setelah perusahaan itu minggat, kematian Mlaher seperti terkubur dan dilupakan orang. Tak ada yang diseret kepengadilan, dianggap hanya sebuah kecelakaan. Kematian Mlaher menambah luka mereka.
***