Mohon tunggu...
Maradona Sihombing
Maradona Sihombing Mohon Tunggu... Guru - Penulis/Guru

Guru I Penulis I Pemuisi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepah

17 Juli 2021   11:26 Diperbarui: 17 Juli 2021   12:04 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tawaku bukan ceria

aku tidak sedang disentuh bahagia

tawaku penyesalan membahana

teringat alangkah lugunya kebaikan

memapah ronanya bergeming

Aku bukan tidak ikhlas

aku hanya dikepung rasa kecewa

bukan karena kau tidak mengimbangiku

tapi hati kecilmu tidak sensitif

tidak seperti hatiku

Tentu kau tidak lupa

kau pasti ingat kala kau hempaskanku

di atas aula istana sederhana milikmu

aku baik-baik saja, aku kuat

namun aku lemah saat kau gorok

citra sosialku di hadapan karibku

Permadani...?

Ya, permadani itu tak elok lagi kupandang

kilap merahnya ternoda

karena kau tuangkan darah piluku

di sekelilingnya, yang kau himpun

dari tetesan luka saat kaubanting harga diriku

belum lagi dahulu, kau koyak predikatku

lalu kau bayar murah dengan secarik sertifikat

di dalamnya tertera kejanggalan.

Sekarang kau akan mengobralku?

Jangan kau paksa aku rekreasi

bagi kalian mungkin refreshing, belum tentu

untukku. Banyak yang lebih sempurna

selainku untuk kau perah manisnya,

lalu kau campak dalam pelimbahan legam.

Aku bertanya padamu

sekecil apa kau melihatku?

Tak seorang mengataku kurus

anehnya kau menatapku begitu mungilnya,

anggapmu aku lebih sampah

dari seonggok sepah tebu

Tebu, setelah manisnya hilang

sepahnya dibuang, kemudian

dikerumuni lalat, paling tidak masih

berguna untuk lalat.

Aku, setelah kaupermainkan

hati dan harga diriku, lalu kaulempar

sejauhnya, siapa yang akan mengerumuniku?

Mungkin akan lebih baik jika aku

adalah seruas tebu, sedikit lebih bermartabat

dari diriku selama ini. Tapi tidak juga

jika kau yang melahap tebu itu,

tentu kau perlakukan hina jua.

Sebab, apapun dan siapapun aku,

kau pandang tak lebih berharga

dari sepah tebu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun