Kebijakan hilir sekarang
Pemerintah sepertinya kurang banyak belajar, dari pengalaman yang sudah ada. Buktinya sudah ada dan dirasakan bersama ketika harga beras stabil pada tahun 2017 (bahkan diklaim paling stabil selama sepeuluh tahun). Sekarang 2018, jumlah rastra sangat sedikit (1/5 dari jumlah rastra pada tahun 2017), sudah membuat harga semakin naik apalagi jika dihapuskan sama sekali.
Kebijakan perberasan sisi hilir sekarang sudah tidak tahu arahnya mau kemana. Dengan dijalankannya program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), maka pemerintah mengakui sendiri bahwa pada mekanisme ini harga beras tidak bisa dikontrol karena masyarakat sebanyak 15,8 juta KPM dibebaskan memilih jenis beras dan sesuai dengan harga pasar. Oleh karena itu jangan heran jika kenaikan harga beras sulit diredam walaupun beras renceng sudah digelontorkan.
Lalu kebijakan stock beras BULOG yang maksimal 4 bulan harus tersalurkan, juga sepertinya tidak masuk akal. Bagaimana andaikan stock tersebut dijual pada saat panen raya, tentu akan sulit terjual dan dampaknya justru berpotensi rusak serta ujung-ujungnya malah merugikan perusahaan.
Jika BULOG hanya mengandalkan operasi pasar murni saja, tentu hasilnya tidak akan jauh beda dengan yang sekarang. Dimana target 15 ribu ton per hari namun hanya terserap 1.000 ton saja. Dan pada akhirnya, target stabilisasi harga akan menjadi sulit tercapai.
Oleh sebab itulah ada dua jalan keluar yang bisa ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi gejolak kenaikan harga beras. Pertama, mempercepat pembentukan badan pangan nasional. Badan ini akan berperan besar dalam mensinkronkan semua kebijakan perberasan yang ada. Baik itu sifatnya koordinasi maupun sinergi antar kementerian dan lembaga.
Kedua, memberikan captive market kepada BULOG. Jaminan pasar beras dalam jumlah besar bagi BULOG sangat banyak faedahnya terhadap kestabilan harga beras. Stabilnya harga beras ditingkat petani dan konsumen merupakan jaminan roda perekonomian pemerintah supaya tetap terus berputar.
Captive market bisa ditempuh pemerintah dengan dua pola yang sudah pernah dijalankan yaitu mewajibkan kembali Aparatur Sipil Negara (ASN) mengambil jatah berasnya kembali atau memberikan rastra kepada masyarakat kurang mmapu.
Tidak ada jalan lain, jika pemerintah tetap menginginkan terjadinya kestabilan harga beras baik ditingkat produsen maupun konsumen. Dengan demikian kebijakan perberasan akan berjalan mulus dan sesuai dengan yang telah dicita citakan dalam nawa cita.
*) Masyarakat Peduli Pangan Indonesia (MAPPI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H